Rabu, 16 September 2015

CERPEN ROMANTIS MENGGETARKAN HATI



   
                                                                                         
                                                      PENULIS: Heny anugrah           

                                                           " Wanitaku



                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                            Damarji dan Andin adalah sepasang kekasih yang memiliki beberapa kesamaan minat dan hobbi. Sama sama gemar membaca buku tentang tokoh terkenal, gemar menonton  acara pertandingan sepak bola, dan sama sama menyukai makanan bercita rasa pedas. 
 
Mereka terlihat ideal dalam hal berfikir tentang masa depan yang harus ditaklukan dengan kesabaran dan berfikir logis. Tetapi di lain sisi mereka seakan terjebak pada lingkaran kasta yang seharusnya tidak terlalu penting untuk di permasalahkan yaitu perbedaan status sosial mereka yang terlihat cukup mencolok. 
Ayah darmaji bernama Ronggowiryo, seorang pemilik pabrik kertas yang sukses, ibunya bernama Savitri adalah seorang dokter ahli kecantikan. Sedangkan Andin hanyalah seorang anak tukang kue keliling yang tidak memilki seorang figur ayah sejak usianya masih lima belas tahun.
Walaupun hubungan asmara mereka sudah memasuki tahu ketiga, pihak orangtua Darmaji tetap saja tidak bisa menyukainya. Sebenarnya Andin sudah  merasakan itu sejak pertama kali Damarji memperkenalkannya pada kedua orangtuanya itu.                        
                               “Wanita miskin tak punya muka.” Begitulah kata kata kasar  yang selalu diucapkan mama Darmaji manakala mereka bertemu. Begitu pula dengan Ayahnya yang kerab menyebutnya dengan kata “Cinderella  kampung.”
Kata kata yang  itulah yang membuat hati Andin terasa teiris iris bagai sembilu.  Andin selalu merasa pesimis jika dirinya tidak akan pernah bisa menjadi isteri  Darmaji kelak.

                       -Senin yang cerah. Waktu sudah menunjukkan pukul 13.00 waktu Indonesia bagian barat. Sinar matahari terasa hangat dan dikejauhan jalan nampak bayangan meliuk liuk indah bagaikan gelombang asap, menandakan kondisi saat itu cukup bisa membuat siapapun yang memilki kulit yang putih bisa berubah kecoklatan atau memerah jika berada dibawang sinar matahari hanya dalam waktu setengah jam saja.
Andin berjalan bersama ibunya yang sedang mengangkat sebuah tampah bulat terbuat dari anyaman bambu yang berisikan kue kue kering, ada Gemblong manis, pastel isi kentang  dan  bolu kukus.
                                                                                                                                              Mereka  terlihat kelelahan karena sejak pagi berjalan menyusuri jalan jalan kecil dan gang perumahan menjajakan kue dan belum beristirahat. Sesekali sang ibu berteriak dengan nada suara yang lembut tapi jelas terdengar   “Kue..kue..                           
Tiba tiba Andin menghentikan langkahnya tepat di depan gerbang sebuah kampus dimana Darmaji sedang menuntut ilmu jurusan Ekonomi.
Sang ibu  geleng geleng kepala perlahan ketika melihat wajah putrinya terlihat ceria dan tersenyum senyum sendiri. Ada rasa bangga dihatinya memiliki putri yang  tak pernah mengeluh menemaninya berjualan kue keliling. Tetapi dirinya juga sedih jika ingat  bahwa kekasih anaknya adalah seorang yang kaya raya dan banyak digandrungi para wanita cantik . 
                                                                                                                                                 
sang ibu teringat sesuatu  {flash back}   Sang ibu melihat Darmaji berjalan bersama beberapa wanita teman kampusnya dan saling berpegangan tangan di iringi  gelak tawa yang lepas.Diantaranya ada wanita yang bernama Diana. Sang ibu masih teringat kata kata  yang sangat mengejutkannya pada saat itu.
                        ”Jujurlah padaku sebenarnya kamu mencintai aku atau tidak, karena kemarin aku melihatmu berjalan mesra dengan Emily di sebuah mall.Jujurlah atau hubungan kita putus!” kata seorang wanita teman kampusnya yang kenes dan penampilannya   sexi dengan baluran make up tebal.  
                                 “aku mencintaimu,Emily Cuma teman biasa, tak ada yang istimewa jika dibandingkan dengan kamu.”  Kata  Darmaji lembut sambil merangkul bahunya.

Mengingat itu semua,Sang ibu menghela nafas panjang dan pandangan matanya pasrah.Adegan yang pernah dilihatnya itu tak pernah diceritakannya pada Andin.Sang ibu tidak  mau melihat wajah anaknya berubah sedih.  
Tetapi dilubuk hatinya menganggap peritiwa itu adalah biasa bagi anak muda jaman sekarang yang selalu mengumbar kata kata manis. Dia yakin kalau Darmaji adalah sosok seorang pria yang baik. Dia berharap apa yang pernah dilihatnya hanyalah sebuah guyonan anak muda semata tanpa adanya keseriusan yang bisa terjadi dimana saja.
Andin masih tersenyum senyum  sendiri memperhatikan keadaan kampus yang tengah ramai dengan lalu lalang para mahasiswa. Sang ibu menepuk lembut bahu anaknya lalu berkata.
                     “Ayo nak… kita lanjutkan lagi perjalanan.” Kata sang ibu dengan suara yang lembut. Andin menoleh seraya tersenyum lalu mengangguk. Akhirnya merekapun melanjutkan kembali perjalanan.
                     “Enak ya bu kalau bisa menjadi mahasiswa, bisa punya banyak kawan .” kata Andin sekali lagi tersenyum.Sang ibu juga tersenyum sambil memperhatikan langkah langkah putrinya.
                     “Bukan Cuma dikampus saja kita bisa punya banyak teman. Siapapun Kalau dasarnya  tak pandai bergaul, di kampus  tidak akan mempunyai teman. Bisa punya banyak teman bisa dimana saja.” Tutur sang ibu dengan nada suara yang lembut.
Tak lama kemudian mereka kembali melanjutkan perjalanan.Perlahan sang ibu mengikuti langkah putrinya dari belakang dengan wajah tertunduk. Ada segempal kekecewaan dihatinya karena dia sadar betul bahwa dirinya tak akan pernah bisa menyekolahkan putrinya kejenjang kuliah.Baginya hal itu sulit terwujud, karena menyangkut masalah biaya yang tidak sedikit.                                                       
Nampak Andin dan ibunya masih terus berjalan dan berjalan kearah tempat yang biasa mereka singgahi seperti pertokoan, pasar tradisional, stasiun kereta api dan komplek perumahan. mereka tidak mengeluh walaupun hari itu banyak yang menolak untuk membeli kue. Mereka berjalan menyusuri jalan setapak.Berulangkali Andin berteriak “kue…kue….yang terkadang disusul oleh suara  ibunya.
Tak  terasa hari mulai beranjak sore, akhirnya Andin dan ibunya menghentikan langkahnya untuk sekedar meregangkan kaki mereka untuk mengusir rasa pegal pada kaki..
sang ibu menyeka peluh yang membasahi dahi dan lehernya dengan handuk kecil yang selalu dibawanya berjualan. Sejenak dia menengadahkan kepalanya kelangit. Cuaca mendung. Awan hitam nampak  bergulung gulung bagaikan ombak laut.
                  “Sebaiknya  kita mencari tempat berteduh nak, jangan disini.Kita cari tempat yang ada atapnya.lihatlah  langit hitam dan sebentar lagi pasti turun hujan.” Kata sang ibu dengan suara yang lembut.
 Andin memperhatikan  langit yang memang terlihat hitam dan beberapa saat kemudian akhirnya rintik hujanpun turun makin lama makin deras.Kedua perempuan tangguh inipun akhirnya berlari kecil mencari tempat untuk berteduh.
Beruntung tak sampai lima menit mereka menemukan sebuah saung (Semacam tempat orang berjualan) ditepi trotoar jalan.
Gubuk kecil yang tak bertuan beralaskan genting dari dedaunan kelapa itu ternyata mampu melindungi mereka dari guyuran hujan.Sesekali halilintar menggelegar dengan cahayanya yang menghiasi langit gelap . Glegeeeerrrrr..!
Andin dan ibunya  berdiri saling merapatkan diri dan sama sama saling menyilangkan kedua tangan mereka didada. Udara dingin makin lama makin terasa menusuk tulang.  Andin terdiam.pikirannya mulai melayang teringat Darmaji, kekasih hatinya yang telah berjanji akan melamarnya dan membicarakan hal itu langsung didepan kedua orangtuanya lusa malam nanti.
Gadis berparas ayu itu menggigit bibirnya lalu menghela nafas panjang.Dia merasa ragu untuk hadir didepan kedua orangtuanya disaat proses lamaran itu dilaksanakan.Andin tahu benar jika calon mertuanya sangat membenci status sosialnya sebagai orang yang tak punya.Tetapi baginya yang berhak untuk memisahkan cintanya dengan Darmaji hanyalah tuhan.Tetapi jika kedua orangtua Darmaji bersikukuh ingin memisahkan mereka, itu adalah konsekwensi yang harus dia terima karena mencintai anak orang kaya. Kata kata indah didalam hatinya itu ternyata membuatnya tidak gentar untuk menerima apapun yang kan terjadi besok lusa.
Mata  indahnya memandang langit seraya tersenyum penuh arti.Pandangan mata yang penuh percaya diri.Dirinya merasa sudah siap untuk menerima apapun yang akan terjadi jika memang nanti calon mertuanya menghinanya bahkan kemungkinan akan mengusirnya.


Lusa malam yang dinanti akhirnya tiba                                     
                       -Hujan deras baru saja berhenti.Dinginnya malam terasa semakin lama makin tidak bersahabat.Darmaji menghentikan laju mobil sedan hitamnya tepat di depan teras rumahnya. Setelah dia turun dari mobil mewahnya itu akhirnya dibukanya pintu yang lain dan mempersilahkan Andin untuk segera beranjak keluar. Inilah saatnya Andin akan melihat bagaimana nasibnya malam ini setelah Darmaji mengumumkan  lamarannya dihadapan orangtuanya.
Dengan  langkah yang penuh percaya diri Darmaji menggenggam jemari kekasihnya dan membawanya kearah ruang tamu dimana kedua orangtuanya sudah duduk menunggu kedatangan mereka.Kedua orangtua Darmaji berdiri dengan sorot mata yang nanar dan penuh dengan kebencian.
Nampak sang mama memasang wajah dingin dan berkali kali tersenyum sinis, memperlihatkan ketidaksukaannya pada Andin.
                         “Dengar kalian!  (menatap tajam)  tidak akan ada perbincangan apapun malam ini. Kami sudah sepakat untuk tidak lagi membicarakan apapun tentang hubungan kalian. Tidak akan lamaran, apalagi pernikahan diantara kalian. Kesepakatan kami ini  tak akan bisa di rubah lagi. (Terdiam sesaat dan memperhatikan mata Andin dan Darmaji secara bergantian) .
                         “Kami  tidak merestui hubungan kalian.” Kata sang mama dengan nada suara yang datar tetapi dengan raut wajah yang dingin.Darmaji dan Andin sontak terkejut. Mereka sama sama  terdiam membisu.
Perlahan lahan Darmaji melangkah mendekati sang mama dan memandangnya dengan tatapan mata tajam dan memerah menahan amarah.
                       ‘’Teganya mama berkata begitu.Aku punya hak untuk menentukan dengan siapa dan kapan aku akan menikah ma.Aku bukan anak balita lagi yang harus diatur karena belum bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.”
Kata Darmaji kecewa dan mencoba mempertahankan emosinya agar tetap stabil dan tak meledak.
                         ‘kamu memang bukan balita lagi,tetapi saat ini Kamu masih belum cukup pintar untuk memilih mana yang baik untuk hidupmu kelak.Buktinya kamu memilih wanita dari kalangan miskin dan tak berpendidikan tinggi.” Kata sang mama  dengan raut wajah yang galak. Tiba tiba muncul sang papa.
                        “Kamu akan hidup susah jika punya isteri bodoh yang tak mengerti apa apa soal bisnis.Papamu ini bilang begini karena Tidak mau melihat anaknya hidup sengsara.”  Kata sang papa bersungut sungut sambil menghela nafas kesal.
Darmaji menoleh kearah ayahnya lalu berkata setengah berbisik tepat disamping telinga ayahnya.
                         “Sengsara atau tidak itu adalah urusanku pa. tolong jangan ikut campur urusan kami.” Jawab Darmaji sambil menggandeng tangan tangan  Andin.
Sang papa tersenyum sinis melihat putranya menggenggam erat jemari kekasihnya. Perlahan dia mendekatinya Andin yang matanya nampak berkaca kaca.Gadis berparas ayu itu tertunduk sedih sambil tangan kirinya  memegang lengan kekasihnya.
Sang papa menatap tajam mata Andin yang sejak tadi tak mau memandangnya. 
                          “Andin, Wanita yang cocok untuk anak saya  Cuma dari kalangan yang sekelas dengan kami. Yang  pintar dan mengerti bisnis agar bisa membantu anak saya  dalam mengelola perusahaan.Bukan seperti kamu!”Kata sang papa dengan nada ketus.
Tiba tiba Andin menangis tersedu sedu,merasa tak tahan lagi mendengar kata kata ayah Darmaji yang telah menghinanya.Darmaji merasa kasihan melihat kekasihnya yang tak berani memberi perlawanan.Dengan wajah yang sedih tubuh Andin dipeluknya mesra.Akhirnya Andin menangis sejadi jadinya.Suaranya terdengar pilu.
                             “Ingat Darmaji. Kau ini tampan, punya banyak uang dan calon pengusaha sukses .  Carilah calon isteri yang kaya, pintar, lulusan luar negeri dan  yang cantik! Jangan yang  kumal dan kusam seperti itu, agar kelak  tidak ada seorangpun yang memandangmu sebelah mata.”
Kata sang mama dengan kedua tangan disilangkan ke dadanya. Sesaat sang mama dan papa saling berpandangan dan sama sama tersenyum sinis.
                             “Sebelum menyesal karena segalanya sudah terlambat, segeralah tinggalkan wanita yang tidak akan pernah membuatmnu hidup dalam keberuntungan ini! Kata sang mama setengah berteriak.
Andin  masih terisak didalam pelukan kekasihnya, perlahan dia meregangkan tubuhnya dan melepaskan diri dari dekapan kekasihnya.Andin menyeka air matanya dengan jemarinya lalu mengatakan sesuatu.

                                                          
                             “Kalau kau menuruti apa kata orangtuamu untuk meninggalkan aku, lalu bagaimana dengan bayi yang ada dalam kandunganku ini mas?” kata Andin  diantara isak tangisnya. Kedua orangtua Darmaji sontak terkejut.Sorot mata mereka terbelalak seakan akan tak percaya dengan apa yang mereka dengar.Demikian juga Darmaji yang tidak mengetahui jika kekasihnya telah hamil.
                             “Apa  maksudmu hamil? Tapi…(wajahnya nampak bingung) Benarkah Kau ha…hamil?” tanya Darmaji sambil menatap mata kekasihnya yang terlihat sembab memerah. Andin mengangguk beberapa kali .
                             “Mengapa baru sekarang kau cerita padaku Andin?” Tanya Darmaji dengan suara yang terdengar parau.
                             “Aku  baru mengetahuinya tadi pagi mas, ketika aku tiba tiba demam dan mual Ibuku membawaku ke klinik dan ternyata setelah diperiksa dokter ternyata aku positif hamil tiga minggu.”  Kata  Andin terbata bata.
Darmaji  menatap kekasihnya dengan tatapan yang tidak percaya.seketika itu pula dia mendorong tubuh kekasihnya hingga terdorong ke belakang dan terjatuh kelantai. Andin  spontan berteriak karena terkejut. Dia merasakan pinggul dan lengannya nyeri karena  sebelum terjatuh tubuhnya menabrak meja kayu yang ada dibelakangnya.
                          “Aku tidak yakin jika bayi itu adalah anakku (geleng geleng kepala)   Kau selalu ada diluaran bersama ibumu….mana aku tahu apa saja yang telah kau lakukan diluar sana. Mungkin saja ….mungkin…mungkin saja kau pernah berhubungan dengan laki laki lain.” kata Darmaji dengan suara yang bergetar. Matanya nanar menahan emosi.
                            “Demi tuhan aku tak pernah berhubungan dengan laki laki manapun. Anak ini adalah anak kandung kamu mas.” Andin mencoba mempertahankan keyakinan Darmaji yang mulai luntur akibat pengaruh kata kata kedua orangtuanya.
                             “Belum apa apa sudah bikin masalah.Itu pertanda tidak baik untuk masa depanmu nak, tidak pantas untuk dilanjutkan lagi hubungan ini.” Sang ayah berbisik.
Darmaji mendekati Andin yang masih terduduk dilantai.
                               “Aku tidak yakin anak yang kau kandung itu adalah anakku. Pergi….pergi dari hadapanku !” teriak Darmaji sambil jari telunjuknya menuju kearah pintu ruang tamu.
Andin  terkejut dengan perubahan sikap Darmaji yang tiba tiba mengusirnya. Andin tahu jika kekasih pujaan hatinya itu telah terjebak didalam pengaruh kata kata jahat kedua orangtuanya.                                    
Nampak kedua orangtua Darmaji tersenyum sinis. Sorot mata mereka menyiratkan  sebuah kebahagiaan atas apa yang baru saja  terjadi didepan  mata mereka. Sang papa perlahan mendekatinya lalu menepuk lembut bahu anaknya.
                “Darmaji, jalan yang kau ambil sudah tepat. Jadilah laki laki yang memiliki prinsip.   Tinggalkan dia.Jangan pertaruhkan masa depanmu hanya demi wanita yang tidak jelas!” Kata sang papa mencoba membumbui perasaan anaknya yang mulai diselimuti  kebimbangan.
Perlahan Darmaji menoleh dan menatap kedua orangtuanya secara bergantian.Tetapi sesaat kemudian dia beralih memandang kekasihnya yang sedang menangis.
Mendengar kata kata kedua orangtuanya, hati Darmaji mulai berfikir bahwa kehamilan kekasihnya akan menuai musibah dimasa depannya tetapi dilain sisi dia sangat mencintai wanita itu. Darmaji bimbang.  Belum sempat rasa bimbangnya hilang, tiba tiba Andin beranjak dari lantai dan mendekati kekasihnya .                                           
                “Aku bersumpah….bayi ini adalah anak kandungmu mas.” Kata Andin mencoba memantapkan hati kekasihnya yang terlihat bimbang.
Papa Darmaji mendekati Andi dan meletakkan telunjuknya tepat didepan hidung Andin.
               “Hei….jangan coba coba meracuni pikiran anak saya ya, (menatap tajam Andin).  Kamu itu hamil karena orang lain bukan karena anak kami  ! sekarang  cepat keluar dari sini dan jangan pernah  lagi muncul dikehidupan kami.”  Teriak papa Darmaji sambil telunjuknya tertuju pada pintu ruang tamu yang terbuka.
Andin menangis tersedu sedu.Dia menatap kekasihnya yang  diam saja tak mencoba membelanya.Dia tahu jika Darmaji sedang dikuasai rasa bimbang.
Perlahan lahan Andinpun berlalu tanpa menoleh lagi.Dia benar benar kecewa karena kekasihnya tak sedikitpun  mau mengakui janin yang ada dalam kandungannya adalah anaknya.
Andin terus berjalan dan berjalan dengan langkah yang lamban.Andin menagis tersedu sedu.Dia berharap Darmaji mengejarnya dan memeluknya penuh cinta sambil mengucapkan kata maaf.Tetapi lima menit berlalu tak ada tanda tanda kekasihnya menyusulnya.Andin merasa Darmaji sudah berada pada jerat rayuan kedua orangtuanya.
Tangisannya menyita perhatian orang orang yang lalu lalang ditengah perjalanannya. Andin tak peduli.Yang yang dipikirkannya saat ini adalah ibunya.Andin tahu bahwa ibunya akan sangat bersedih jika dia tahu Darmaji dan keluarganya telah mengusirnya pergi dan tak mau mengakui janin yang ada dalam kandungannya adalah anak kandung dari Darmaji.    
                  “Sungguh, janin yang ada dalam rahimku ini adalah anakmu mas.Kalau memang kau tak mau mengakui anak ini, aku tidak bisa berkata apa apa lagi.Aku  serahkan semuanya pada tuhan mas”  kata Andin berbicara sendiri sambil tangannya mengelus elus perutnya yang masih belum terlihat besar.
Andin berjalan perlahan lahan menyusuri trotoar jalan lalu menyeberang jalan tanpa menoleh kanan kiri hingga tak menyadari ada mobil truk melaju kencang dari arah samping kanan.

Sopir  truk  panik ketika melihat ada seorang wanita berjalan pelan menyeberangi jalan. Spontan sopir itu akhirnya membanting setir kekiri untuk menghindari terjadinya tabrakan.Untung saja sopir itu tepat waktu dalam menghentikan laju jalan mobilnya ke tempat yang kosong dan lapang.Sesaat  nafasnya terengah engah.Ada perasaan lega dihatinya karena baru saja lolos dari musibah.Sopir itu menghela nafas lalu geleng geleng kepala sambil memandang kepergian Andin.
Andin yang pikirannya sedang kalut tidak memperdulikan apapun keadaan disekitarnya.Yang ada dalam otaknya hanyalah bayangan wajah ibunya,wajah Darmaji dan tentang kehamilannya.
 

-15 tahun kemudian....
Lima belas  tahun telah berlalu tanpa terasa.Kini Andin hidup bersama ibunya dengan keadaan yang lebih baik.Sang ibu yang terlihat sudah renta  tak lagi berjalan keliling menjual kue.Kini sang ibu telah memiliki usaha kecil kecilan yaitu menerima jasa menjahit.Sang ibu mempunyai banyak pelanggan dari kalangan yang berbeda beda. Ada yang dari kalangan biasa, kalangan  pengusaha dan pejabat daerah.
Sang ibu sangat senang karena hobi menjahit sejak mudanya  yang dulu  tak pernah bisa dia praktekan karena tidak punya mesin jahit,kini terbayar sudah rasa keinginannya untuk bisa menjahit dan buka jahitan untuk orang lain agar menghasilkan pundi pundi uang.
Beberapa tahun lalu sang ibu memang menjahit dengan tangannya sendiri tetapi setelah mempunyai beberapa mesin jahit sendiri dia memutuskan untuk menyewa tenaga orang lain untuk menjahit , sedangkan Ibu Andin bekerja membuat polanya saja. 
Kini sang ibu memutuskan untuk tidak lagi menjahit karena keadaan penglihatannya mulai memburuk seiring bertambahnya usia. Penglihatnnya sudah kabur dan kadang tubuhnya mudah sakit sakitan jika kurang istirahat.
Ada dua anak buahnya yang sangat berpengalaman dalam hal menjahit yang sudah Lima tahun setia menemani usahanya dari awal perjalananya yang penuh suka duka  hingga  sukses seperti sekarang ini.  Lalu bagaimana  kabar Andin?    
Kini Andin sibuk dengan bisnisnya sendiri yang telah dirintisnya sejak masih bermodalkan uang pinjaman dari bank.Andin selalu terlihat bersemangat mengelola butik mungilnya.Beberapa hasil jahitan anak buah sang ibu ternyata di promosikan juga untuk di jual disana.Relasi Andin cukup banyak, karena Andin selalu rajin tak mau berhenti mempromosikan butiknya lewat on line.
Dari kalangan ibu rumah tangga  sampai kalangan pembisnis sukses  sudah ada dalam daftar pelanggan tetapnya.Butiknya semakin hari selalu ada kemajuan dalam hal finansial. Semua kesuksesan itu tak lain dan tak bukan karena dia selalu mempunyai ide dan inovasi baru yang lahir dari kecerdasan putra semata wayangnya ”Ramadan”  yang kini telah berusia lima belas  tahun .
Ramadan sangat pintar dalam membuat gambar untuk model model baju yang disukai wanita atau pria saat ini.Dia selalu survei dimanapun dia berada.Dia selalu bisa menilai dan melihat gaya gaya pakaian mana yang sedang digemari banyak orang atau bahkan yang tidak disukai banyak orang.Inilah yang membuat Andin bangga memiliki putra yang mempunyai jiwa bisnis seperti ayah kandungnya dan memiliki kecerdasan melebihi  dirinya atau neneknya.
Jika teringat akan Darmaji, Andin selalu menangis karena wajah putranya sangat mirip dengannya, bagai pinang di belah dua.Bahkan yang unik dari mereka berdua, mereka memiliki tanggal lahir dan bulan yang sama, yaitu delapan September.Wajah putranya tak pernah berhenti selalu membuka kenangan lama yang sebenarnya sudah bertahun  tahun dikuburnya.
.
                   - Sore  yang mendung.Terlihat Ramadan sedang duduk sendiri disamping butiknya ibunya. Sorot matanya nampak kosong.Andin,sang ibu mendekatinya perlahan  dan jemarinya menyentuh bahu putranya dengan lembut.
                      “Ada apa sayang,akhir akhir ini ibu lihat kau sering duduk melamun disini. Katakanlah ada apa,mungkin saja ibu bisa membantu?” tanya Andin dengan suara yang  lembut.Ramadan  menoleh perlahan lalu tersenyum manis.
                      “Aku memikirkan usaha kita yang lumayan baik ini bu.” Kata Ramadan seraya mengalihkan pandangannya ke tempat lain.Andin tersenyum dan membelai rambut putranya .
                      “Apa yang kau pikirkan ?  Tak ada lagi yang perlu kau cemaskan.  Yang harus kita lakukan adalah jangan pernah  berhenti untuk mengucapkan rasa syukur pada tuhan yang maha esa nak.”  Kata Andin sambil memeluk putranya.
                     “Aku melihat teman teman memiliki orangtua yang sukses.Yang aku lihat mereka bahagia bukan karena kesuksesan orangtuanya bu.” Kata Ramadan yang  Wajahnya nampak muram.
Andin mengenyitkan dahinya, dia merasa kurang paham apa maksud dari kata kata anaknya  itu.
                     “Apa maksudmu nak, ibu tidak mengerti.” Kata Andin dengan tatapan mata yang memang benar benar tidak mengerti. Nampak polos.
                     “Teman teman aku merasa bahagia karena mereka mempunyai orangtua yang lengkap. Punya ayah juga ibu. (terdiam sejenak)     
                      “Apalah artinya aku mempunyai ibu  yang hebat dengan usaha butiknya tetapi aku tak punya ayah. (memandang wajah ibunya dengan wajah yang memelas) Dimana ayahku bu?”  Tanya Ramadan dengan mata yang mulai berkaca kaca.
Andin terkejut dan jantungnya tiba tiba berdegub kencang.Dia tak menyangka jika Ramadan akan bertanya tentang ayahnya.Andi terdiam sambil tangan kanannya memegangi dadanya karena dia merasa dadanya tiba tiba sakit.Belum hilang rasa terkejutnya Andin, Ramadan beranjak dari duduknya.
                        “Teman temanku banyak bertanya soal keberadaan ayah.Tapi aku tak bisa menjawabnya.Aku sudah cukup bersabar jadi bahan tertawaan mereka hanya  karena aku tidak punya ayah.” Kata Ramadan lagi lalu berlalu meninggalkan ibunya yang masih duduk dengan  raut wajah yang sedih.
Andin tak bisa lagi menahan air matanya untuk tidak menyembul keluar.Batinnya terasa berat untuk melihat kenyataan yang sedang terjadi.Akhirnya Ramadan ingin tahu juga tentang ayahnya .

Darmaji sedang sibuk menanyakan sebuah alamat pada orang orang yang ditemuinya dijalan.
                -Seorang pria setengah baya yang berwajah tampan dengan kemeja garis garis horisontal nampak sedang menanyakan sebuah alamat pada beberapa orang yang ditemuinya dijalan, tapi tak seorangpun yang tahu dengan keberadaan alamat itu. Banyak orang yang tak mengenal alamat itu karena keadaan tempat itu sudah berbeda,
Banyak rumah yang sudah berganti penghuni dan banyak pula  gedung tinggi yang kini berdiri. Sangat berbeda ketika Andin masih tinggal didaerah itu,Tempat itu tak berdiri satu gedung tinggipun.Hanya hamparan sawah dan ladang petani. Karena itulah Darmaji lupa letak rumah Andin lima belas tahun yang lalu berada di posisi mana.
Pria tampan itu nampak bingung. Berulang kali dia garuk garuk kepala yang tak gatal karena merasa tak bisa menemukan pujaan hatinya berada .Pria itu tak lain adalah Darmaji yang sedang mencari keberadaan calon isterinya yang sudah lima belas tahun tak tahu dimana rimbanya.
Sejak putus hubungan dengan Andin, sejak itulah dirinya tak lagi bertemu dengan Andin.Andinpun saat itu sudah tak pernah lagi muncul bersama ibunya keliling menjajakan kue dan sayangnya saat itu Darmajipun tak peduli lagi dengan keadaan mereka.
Selama mencari keberadaan Andin, Darmaji selalu memarkir mobilnya di tempat parkir didepan toko yang berbeda beda jika memutuskan untuk berjalan dan mencari dimana Andin kini berada.Misi pencariannya sudah berjalan tujuh hari.Teriknya siang dan dinginnya malam tak membuat patah semangat untuk tetap mencari Andin.
Akhirnya Darmaji teringat seseorang yang diyakininya dapat membantunya mencari keberadaan Andin, dialah pak Teguh seorang rukun tetangga yang tinggal tak jauh dari tempat dimana dulu Andin tinggal.
Darmaji berusaha mencari ke alamat lama Andin dan ternyata nama jalan ‘’ KENANGA’’ belum diganti ,hanya saja ada penambahan didepan kalimat kenanga menjadi HIJAU KENANGA dan yang menggembirakan ketua rukun tertangga setempat masih orang yang sama yaitu Pak Teguh.
Setelah ditanya soal Andin,pak Teguh mengatakan bahwa Andin bersama ibunya sudah pindah rumah sejak enam tahun yang lalu. Pak Teguh hanya mengatakan apa yang dia ingat saja tanpa terperinci tentang alamat baru Andin pada Darmaji.Tak heran jika alamat yang tidak lengkap itu sangat sulit ditemukan.
Tanpa peduli alamat yang diberi oleh pak Teguh tidak lengkap atau lengkap, Darmaji tetap bertekad untuk tetap mencari Andin.Dia merasa harus berhasil menemukan gadis yang sampai saat ini membuatnya hampir benar benar gila, karena setiap hari hanya merasakan kehampaan tanpa Andin disampingnya.
Darmaji menghentikan langkahnya ketika dia merasakan lutut dan betisnya  nyeri.Dihampirinya sebuah kedai kopi yang letaknya tak jauh dari tempatnya berdiri.Dikedai itulah Darmaji memesan secangkir kopi hangat untuk sekedar melepas rasa lelahnya.
Ketika dia menikmati kopi itu tiba tiba Dia teringat akan Kehancuran rumah tangganya bersama Liana, seorang wanita kaya pilihan kedua orangtuanya telah membuat matanya terbuka tentang arti sebuah cinta sejati.  Selama tujuh tahun pernikahan mereka,Darmaji merasa tidak bisa mencintai Liana dengan sepenuh jiwanya karena setiap saat bayangan Andin selalu ada dalam pikirannya. 
Betapa tersiksanya hati Darmaji hidup bersama seseorang yang tidak dia cintai yang harus menjadi isterinya yang terus menerus membuatnya berpura pura tersenyum  hanya demi melihat kedua orangtuanya bahagia.
Ketika Liana diserang penyakit kanker Rahim yang mengharuskan rahimnya diangkat, hal itu sangat melukai perasaan kedua orangtuanya yang sudah tak sabar untuk menimang cucu.Tapi kenyataannya Liana sudah tidak bisa hamil.Keadaan itulah yang membuat Liana terus mencemburuinya ketika dia dekat dengan beberapa wanita rekan kerjanya.Liana terlalu khawatir dan takut jika harus kehilangan Darmaji yang telah dicurigainya sedang mencari calon isteri baru,yang kelak bisa memberinya seorang anak.
Karena rasa takut kehilangan,Liana menyewa beberapa orang untuk menguntit kemanapun suaminya berada dan harus membuat laporan ketika penguntitan mereka selesai.Darmaji kesal sekali ketika mengetahui isterinya melarangnya untuk terlalu dekat dengan para wanita ditempat kerjanya.Darmaji merasa kebebasannya bersosialisasi dengan orang banyak semakin hari semakin di atur dan dibatasi.
 Inilah awal dari pertengkaran yang membuat rumah tangga mereka berantakan karena  diselimuti dengan amarah dan rasa curiga.Akhirnya perceraian adalah jalan terakhir yang terbaik bagi mereka.

                  -Darmaji melangkah dengan wajah yang penuh peluh.Berulang kali dia mengusapnya dengan sapu tangannya.Diantara langkahnya dia teringat Andin.Dia merasa menyesal telah mensia siakan hidup gadis yang sampai sekarang masih teramat dicintainya itu. Dia teringat akan kehamilan Andin dan membayangkan tentang wajah anaknya.Dia merasa rindu ingin bertemu anaknya yang tak pernah ditemuinya itu.
                        “Oh Andin calon isteriku.. wanitaku…sebenarnya dimana sekarang kau tinggal?” Tanya Darmaji dengan nada suara perlahan nyaris tak terdengar.Tiba tiba dia teringat kedua orangtuanya.
Sejak kematian kedua orangtuanya akibat kecelakaan lalu lintas tujuh bulan yang lalu, keinginan Darmaji sangat kuat untuk mencari keberadaan Andin dan berniat ingin memperbaiki kesalahan yang pernah dia lakukan lima belas tahun yang lalu.
Lima belas tahun Darmaji hidup dalam kehampaan tanpa kehadiran Andin disisinya. Dia Menyesal karena dulu terlalu takut untuk berkata tidak pada kedua orangtuanya. Kini Darmaji menyadari dirinya adalah pria dewasa berpendidikan tinggi, seharusnya punya prinsip tentang siapa dan bagaimana wanita yang akan dicintainya  tanpa harus menuruti segala perintah kedua orangtuanya yang sebenarnya bertentangan dengan kata hatinya  ketika mereka  ikut campur terlalu dalam.
Darmaji merasa dia terlalu lemah untuk bisa mandiri dibalik kesuksesan kedua orangtuanya saat itu.Seandainya dia tegas dan kuat pada pendiriannya untuk tetap menikahi Andin dan membuktikan bahwa mereka mampu hidup mandiri ,mungkin sampai saat ini Andin masih ada disisinya.Tetapi segala yang dia sesalkan itu kini telah terlambat.  Andin sudah pergi .
Ditengah kekalutan hatinya karena tak juga menemukan alamat baru rumah Andin,Tiba tiba Darmaji dikejutkan dengan kehadiran seorang anak laki laki yang muncul dari tikungan jalan.Pemuda itu sedang melangkah menyeberang jalan. Spontan tanpa pikir panjang lagi, Darmaji membanting setir mobilnya kearah kiri untuk menghindari  tabrakan.Mobil itupun melaju dengan bunyi ban yang berdecit decit.Mobil itu bergerak miring kearah jurang kecil tanpa bisa dicegah lagi karena kejadian itu begitu cepatnya. Mobil itu terguling satu kali dan mengakibatkan kap depan hancur dan mengeluarkan kepulan asap hitam.
Pemuda yang nyaris ditabraknya itu tersentak dengan mata yang terbelalak, tak menyangka jika dirinya hampir saja tewas tertabrak mobil yang melaju kencang dan tak disadarinya itu.
Pemuda itu berlari kearah mobil yang hampir menabraknya itu.Dengan jantung yang berdegub kencang perlahan dia mencoba untuk mencari tahu keadaan sopir mobil itu.Dia melihat pemilik mobil itu masih duduk di kursi kemudi, dengan Keadaan tak berdaya dan pingsan.
                   “Pak……pak…..bangun pak !” Kata pemuda itu sambil berusaha membuka pintu mobil.Berulang kali anak itu  mencoba mendobrak pintunya dengan tangan dan kakinya.Karena kaca mobil pecah Pemuda itu akhirnya berusaha membuka pintunya darai arah dalam dan pintu itupun berhasil terbuka. Perlahan dia menjulurkan tangannya  menggapai tubuh Darmaji dan mengguncang guncangnya dan berusaha untuk menariknya keluar tetapi apa daya, tubuh Darmaji terlalu besar dan berat baginya.
                   “Pak…bangun……bangun!” Teriak pemuda itu dengan wajah yang sedih.Dia merasa kasihan dengan orang itu.wajahnya membiru lebam karena menghantam setir dengan kerasnya ketika mobil itu terjungkal masuik jurang yang sebenarnya tidak dalam hanya berukuran dua meter saja.Pelipisnya terluka dan berdarah.
Pemuda yang ternyata bernama Ramadan itu terus saja mengguncang guncangkan tubuh Darmaji  agar  segera siuman dari pingsannya.Diantara rasa paniknya Ramadan berteriak teriak minta tolong pada siapa saja yang mendengarnya.
                       “Toloooong…tolooooong….tolooooong..!” Teriak Ramadan sambil tengok kanan dan kiri.Wajahnya terlihat gelisah dan panik.Teriakannya tak cukup keras untuk membuat orang bisa mendengarnya.Nafas terengah engah karena kelelahan.
Yang ada dalam pikiran Ramadan hanyalah bagaimana caranya agar orang itu secepatnya bisa dibawa keluar dari mobilnya yang nampak sudah penyok dan sebagian bempernya hancur.Ramadan berusaha memutar otaknya untuk mencari jalan.
Akhirnya Ramadan tak kehilangan akal.Dia membawa sebuah minyak angin yang selalu ada dalam sakunya.minyak angin itu dari mamanya yang selalu berguna ketika dia menderita sakit kepala mendadak.Dia selalu oleskan ke pelipis ketika sakit kepala datang tanpa terduga dan hasilnya ?  selalu sembuh alami  dengan cepat tanpa harus minum obat yang berbentuk tablet, yang kata mamanya tidak baik untuk kesehatan hati dan jantung jika terlalu sering mengkonsumsinya.
Minyak angin itu membuat Ramadan mempunyai ide untuk segera mengoleskan pada kedua lubang hidung pengendara mobil itu. Dia yakin orang itu akan segera terbangun dari pingsannya.            
Dengan percaya diri diambilnya beberapa tetes minyak angin yang berbau menyengat itu pada jari telunjuknya .
Beberapa saat setelah dioleskannya minyak angin itu perlahan nampak ada pergerakan dari wajah Darmaji.Mulutnya bergerak gerak perlahan,begitu pula dengan kedua matanya yang perlahan lahan terbuka.
Ketika kedua matanya benar benar terbuka,Darmaji terkejut melihat ada seorang pemuda disampingnya dan beberapa kali menyeringai karena merasa aneh dengan bau menyengat yang ada disekitar hidungnya.
                      “Hmmmm…huahh,Bau apa ini?” Tanya Darmaji sambil menyeka hidungnya berulangkali dengan tangannya.
                      “Itu bau minyak anginku….minyak angin inilah yang telah membuat bapak terbangun dari pingsan.(menggapai lengan Darmaji dan menariknya lembut)
                       “Ayo cepat keuar dari mobil ini pak,asapnya makin tebal dan berbahaya jika bapak terlalu banyak menghirupnya.”  Kata Ramadan dengan semangat.
Darmaji menurut saja apa kata pemuda itu untuk segera keluar dari mobilnya yang mulai dipenuhi dengan gumpalan asap.Ramadan mencoba membantu Darmaji untuk berjalan dan menjauh dari mobil itu.
Dengan tubuh lunglai yang penuh goresan luka, akhirnya Darmaji berhasil berbaring direrumputan yang jaraknya lima meter dari mobilnya yang telah rusak itu.Darmaji menoleh kearah pemuda yang telah menyelamatkannya.
                          “Kau hebat. terimakasih atas pertolonganmu ya nak.” Kata Darmaji sambil menepuk lembut bahu Ramadan.
                          “Sebenarnya yang hebat itu bapak karena berani berkorban untuk menghindari tabrakan dengan saya.”  Kata Ramadan sambil tersenyum.
Darmaji terdiam lalu memandang pemuda itu.Keduanya saling tersenyum.Ada perasaan lain yang dirasakan oleh Darmaji.Semakin lama dia perhatikan wajah anak itu,dia merasa seperti sedang melihat foto dirinya ketika usianya masih delapan tahun.wajah identik yang membuatnya gelisah.
Jantungnya berdegub kencang ketika tak sengaja dia melihat  pergelangan kiri anak itu memakai sebuah gelang kayu yang terbuat dari akar bahar berwarna cokelat gelap. Gelang itu persis seperti gelang yang pernah dia berikan pada Andin lima belas tahun silam sebagai lambang cintanya yang kuat dan tak mudah patah ditelan usia, sama seperti karakter dari gelang akar bahar itu yaitu kuat dan tak mudah patah jika terjatuh atau terinjak.
Darmaji memandang anak itu dengan perasaan yang sedikit gugup.Dia hanya berharap jika gelang itu adalah milik Andin.Jika gelang itu benar milik Andin,tak dapat terbantahkan lagi bahwa pemuda polos dan tampan yang ada dihadapannya saat ini adalah anak kandungnya yang dulu pernah ditolaknya hanya karena menuruti rasa egois kedua orangtuanya.
                        “Gelangmu bagus sekali nak,dari mana kau dapatkan gelang itu?”  Tanya Darmaji diantara rasa gugup dan gelisahnya.
Rama tak memperhatikan mimik Darmaji yang tengah memandangnya dengan pandangan yang penuh selidik.Dia sedang memperhatikan gelangnya sambil tersenyum.
                         “Gelang ini dari mamaku….Dia berikan gelang ini padaku katanya aku terlihat keren seperti papaku.” kata Ramadan dengan wajahnya yang nampak ceria. Darmaji menatapnya dengan mata yang tak berkedip. Wajahnya nampak tegang.Dipandanginya lekat lekat wajah seorang pemuda yang makin membuatnya penasaran itu.
                         “Wah…pasti papamu sama tampannya seperti dirimu ya nak…” kata Darmaji dengan perasaan yang tak menentu.Dia menepuk lembut bahu Ramadan, Tangannya nampak gemetar.Tetapi dia mencoba menyembunyikannya dengan tersenyum.
                          “Aku tidak tahu rupa ayahku seperti apa.Kata mama dia sedang keliling dunia sibuk dengan karirnya.Tapi aku akan sabar menunggu papa pulang.”  (Wajahnya tertunduk sambil mengelus gelangnya)
                           “Kalau  bapak boleh tahu, siapakah nama papamu nak?”Tanya Darmaji  yang sedang di balut rasa penasaran.
                           “Wah, Mama tidak pernah cerita siapa namanya pak (tersenyum) maaf aku tidak tahu.” Kata Ramadan .
                            “Kalau bapak boleh tahu Siapa nama mamamu nak?” Tanya Darmaji lagi.Kali ini jantungnya benar benar berdegub kencang.Wajahnya nampak tegang.
                            “Nama mamaku Andin pak.” Jawab Ramadan sambil tersenyum lebar.               
Mendengar itu , tubuh Darmaji terasa lunglai daan tak berdaya untuk digerakkan lagi.Dia memandang anak itu dengan perasaan yang hancur berkeping keping.Dan merasa kepalanya tiba tiba ingin meledak ketika mendengar anak itu mengatakan sebuah kalimat bahwa dia akan sabar menunggu papanya pulang.Mata Darmaji tiba tiba berkaca kaca.Dia benar benar menyesal karena dulu pernah menolak kehadiran anak itu yang ternyata memiliki  90 % karakter wajahnya.
Belum hilang rasa terkejutnya tiba tiba tangan Rama melingkar di lengannya dan mengajak Darmaji untuk segera pergi kerumah sakit untuk menangani luka lukanya sambil berteriak minta tolong.
                          “Tolooong…siapapun  yang  mendengar  tolooong!  Teriak Ramadan.
Terikannya kali ini terdengar oleh beberapa pejalan kaki yang jaraknya tidak dekat. Ramadan berusaha membantu Darmaji untuk berjalan walaupun langkahnya  terseok seok tak mampu berjalan cepat karena ada luka sobek yang lebar dilututnya.  
Ramadan terlihat begitu sabar memapahnya jalan.Darmaji merasa anak itu memiliki sifatnya yaitu mudah empati pada penderitaan orang lain.Sesaat kemudian Ramadan  melihat beberapa orang berjalan  menghampiri.
Ketika berada dirumah sakit
Dokter dan beberapa pembantunya menangani kondisi Darmaji yang terluka dibagian lututnya.Sedangkan Darmaji tidak memperdulikan kesibukan dokter ketika sedang menjahit luka dilututnya.Yang dia pikirkan saat itu hanya Ramadan.Nampak Ramadan sedang memperhatikannya dari balik jendela.Begitu pula dengan Darmaji yang memandang Ramadan dengan tatapan yang damai seakan Ramadan tak boleh  sedetikpun lepas dari pandangannya.
Darmaji  memandang anak itu dengan rasa bangga dan menganggap kecelakaan yang dialaminya adalah jalan terbaik dari tuhan untuk mempertemukan dia dengan Andin dan anak kandungnya.Sesaat mereka (Darmaji dan Ramadan) saling berpandangan dan tersenyum.
Jauh dilubuk hati Ramadan, dia menilai pria yang telah ditolongnya itu adalah orang yang baik.
                         “Mungkin  papaku  sama tuanya seperti bapak itu.” Katanya  dalam hati.
Setengah jam kemudia sang dokter keluar dari tempat dimana Darmaji diobati. Ramadan segera menghampiri lalu bertanya.
                         “Bagaimana keadaan bapak itu dokter?”  Tanya Ramadan .
                         “Bapak itu baik baik saja nak, kalau kamu mau menjenguknya , ayo cepat temui dia.” Kata sang dokter berbisik sambil tersenyum.
Mendengar itu spontan Ramadan loncat kegirangan dan langsung berlari ke dalam ruangan dimana tempat Darmaji dirawat.Sang dokter tersenyum geleng kepala. Ramadan menghampiri  Darmaji  sambil berteriak kegirangan.
                              “Horee… aku boleh menjenguk bapak.” Teriaknya sambil tertawa kecil. Darmaji menyambutnya dengan gembira kepolosan anak itu. 
Ramadan tersenyum memegang  tangan Darmaji dan diletakannya dipipinya sebelah kanan sebagai ungkapan rasa sayangnya. Darmaji memandangnya dengan hati hancur berkeping keping karena tiba tiba muncul pertanyaan berat yang harus dijawabnya terngiang ngiang dikepalanya.                            
                              “Mengapa dulu kau campakkan anak itu.Lihatlah sekarang,dia begitu mirip denganmu.”  Akhirnya  matanya berkaca kaca.
Ramadan berulang kali menengok kearah jendela. Dia sedang menunggu ibunya datang. Sudah hampir satu jam berlalu sejak dirinya menelpon dengan telepon rumah sakit yang mengatakan keberadaan dirinya dirumah sakit bersama seseorang, tetapi sang ibu belum juga muncul.
Beberapa menit kemudian muncullah seorang wanita setengah baya berlari lari kecil dengan wajah yang nampak gelisah.  Wanita itu ibunya Ramadan .
                              “Rama…..Ramadan kamu dimana nak?” nampak sang ibu tengok kanan tengok kiri mencari keberadaan anaknya.
                              “Aku disini bu….   Jawab sang anak. Sang ibu tersenyum lega melihat anaknya dalam keadaan baik baik saja. Tetapi langkahnya terhenti ketika dia melihat wajah seorang pria yang ada disamping anaknya. Wajah itu  tak asing baginya.
Sesaat Andin dan Darmaji saling berpandangan. Cukup lama. Keheningan doanytara mereka terusik ketika tiba tiba Ramadan  berlari kearh ibunya dan menggandengf lengannya dan memaksanya mendekati Darmaji.
                                “Ibu…dialah orang yang aku ceritakan dihandphone. “ kata Ramadan yang nampak ceria.
Sang ibu gugup dan terusc memandang Darmaji dengan wajah sedih. Darmaji memandangnya dengan mata yang berkaca kaca. Ketika mereka saling dekat, tiba tiba Darmaji meraih jemarinya lembut.
                                 “Ini aku Andin….calon suaminya lima belas tahun yang lalu.Calon suamimu yang tidak tahu diri.(Menangis) maafkan aku Andin.” Kata Darmaji. Andin ikut menangis.
                                 “Sekian lama kita tak saling bertemu, sudah cukup membuatku sengsara batin.Kenapa sekarang kau muncul kembali,apakah kau ingin menambah kelukaan hatiku mas?”
Tanya Andin terbata bata dan mencoba melepaskan tanggannya yang sedang digenggam Darmaji.Tetapi genggaman laki laki itu sangat kuat.Andin tak berhasil melepaskannya.
                                 “Aku mencarimu karena kamu adalah wanitaku.Kamu Satu satunya wanitaku yang mampu membuat hidupku jadi terasa aneh ketika kamu tak ada disampingku.” Kata Darmaji lagi mencoba meyakinkan perasaan kekasihnya.
Disudut lain ada Ramadan yang terlihat terheran heran melihat keakraban mereka.Dia memandangi kedua orangtuanya secara bergantian.Yang membuatnya semakin bingung adalah ketika melihat kedua orangtuanya  menangis bersama.
Andin tertegun dengan jantung berdebar kencang ketika mendengar Darmaji menceritakan tentang kematian kedua orangtuanya dan kegagalan rumah tangganya yang berakhir  tragis.
Andin terkejut ketika Darmaji menanyakan keberadaan anaknya yang dulu pernah ditinggalkannya selama lima belas tahun.Andin merasa Darmaji sebenarnya sudah mengetahui jika Ramadan adalah putranya,hanya saja dia bertanya lagi hanya untuk meyakinkan hatinya.Andinpun menoleh kearah Ramadan dan menyebut anak itu adalah buah hati mereka.Anak kandung mereka.
Andin memandang anaknya dengan tersenyum dan melambaiakan tangannya memberi tanda untuk segera mendekatinya.
                            “Mari…kemari nak,sambutlah ayahmu ini.Bukankah selama ini kau ingin sekali bertemu dengannya?” Tanya sang ibu dengan berurai air mata.
Ramadan berdiri tak bergeming.Dia ingin menenangkan perasaan hatinya yang sedang tak menentu.
                           “Ini ayah kandungmu nak.Dia kembali untuk berkumpul bersama kita.” Andin merasa cemas melihat anaknya yang masih saja berdiri kaku memandang ayahnya.
Ramadan terdiam dengan mata berkaca kaca.Perlahan lahan dia hampiri Darmaji lalu dipeluknya erat.Darmajipun memeluknya erat.Keduanya menangis bersama.Sang ibu hanya bisa memandang haru mereka .
                            “Jangan pergi lagi dari kami ayah.” Ramadan terisak dan beberapa kali sesenggukkan.Kedua tanggannya melingkar erat dipinggang Darmaji seakan akan tak mau melepaskannya lagi.Sedangkan Darmaji menatap lembut Andin yang telah mermbohongi anaknya dengan memberitahu bahwa selama ini dia pergi kerja dinegeri orang.Tapi Darmaji mengerti dengan maksud Andin itu.Dia hanya menginginkan agar Ramadan tidak tahu persoalan mereka dimasa lalu yang begitu rumit dan menyedihkan.Dia berbohong untuk kebaikan anaknya.
Bagi Darmaji alasan Andin mengatakan dirinya menghilang dari kehidupan mereka dikarenakan sibuk  kerja dinegeri orang, cukuplah bijak mengingat Ramadan sudah cukup menderita hidup selama lima belas tahun tanpa keberadaan dirinya, dan karena itulah hatinya tak boleh dibebani lagi dengan mengetahui persoalan masa lalu mereka.Darmaji tahu maksud Andin. Dia hanya ingin anaknya merasa hubungan kedua orangtuanya baik baik saja.
Pertemuan Darmaji dan Ramadan yang tak terduga itu terjadi bagaikan kisah dalam sebuah drama televisi, lewat kejadian kecelakaan yang telah diatur oleh scenario dan seorang sutradara, tetapi ini sangat berbeda, begitu nyata dan terlalu manis untuk dilupakan karena peristiwa itulah yang mengawali sebuah takdir pertemuan Darmaji dan Andin untuk benar benar bersatu dalam ikatan cinta yang tidak berdasarkan adanya sebuah scenario.Alur kisah pertemuan yang Terjadi begitu saja dan hanya tuhan yang mengijinkan itu harus terjadi.
Karena rasa syukur pada tuhan yang maha kuasa serta rasa terimakasih yang tak terhinggga pada Andin.Saat inilah yang paling tepat untuk menyatakan keinginannya melamarnya dan mengakhiri dengan sebuah pernikahan yang resmi dikantor urusan agama terdekat. Darmaji ingin merajut rumahtangga kecil bahagia bersama Andin yang telah berhasil menjadi ibu yang sabar dalam merawat dan membesarkan Ramadan selama lima belas tahun dengan seluruh kasih sayangnya, tanpa ada keinginan untuk menikah dengan orang lain.
Keinginan mulia itu disambut Andin dengan rasa sukacita yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya.Yang terbayang dimatanya saat ini hanyalah kebahagiaan anaknya, Setidaknya Dia tidak akan lagi mendapat olok olok dari teman temannya mengenai keberadaaan ayahnya yang selama ini menjadi pertanyaan terberat yang harus dijawab Ramadan.
                                                        Tamat
                                                 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar