DIUJUNG PENYESALAN
Karya: Heny
anugrah (HENANUGRAH.BLOGSPOT.COM)
Sinopsis Seorang
wanita berparas cantik punya karir yang sukses berusia lima puluh satu tahun bernama
Quinsha, Masih melajang dan merasa hidupnya tak
berharga karena belum memiliki pasangan hidup.
Hingga pada akhirnya tak lagi merasakan hidupnya
hampa sejak dirinya bertemu dan menjalin asmara dengan seorang pria duda beranak satu yang usianya lebih muda
darinya yaitu empat puluh dua tahun bernama Kenzi, seorang penyanyi kafé yang
santun dan berpenampilan sederhana. Hanya saja cinta mereka terhalang dengan
kebencian anaknya bernama Tristan, berusia lima belas tahun yang tak menyukai
Quinsha yang diyakininya sebagai wanita berhati licik dan berniat mengambil
posisi mamanya yang telah meninggal dunia empat tahun silam akibat kanker payudara.
Kebencian Tristan yang berlebihan membuatnya tak
bisa berfikir jernih, yang akhirnya membawanya terjebak kedalam konspirasi tipu muslihat yang mengarah ke sebuah fitnah keji.
Aksi kejahatan
yang telah dia
tata dengan rapih
itu ternyata mengharuskannya untuk tidak terlibat secara langsung ketika fitnah itu
dilaksanakan. Tristan memutar otak mencari solusi terbaiknya yang akhirnya
bertepi pada ide cermelang yang penuh dengan
kebohongan dengan memanfaatkan seorang
preman jalanan sebagai kambing hitam.
DI UJUNG PENYESALAN
Ω Hari libur kerja yang
ditunggu tunggu. Minggu
pagi pukul 6.30 .Cuaca tidak begitu bersahabat. Di kejauhan, cahaya matahari terlihat
enggan menampakkan diri dari balik awan hitam
yang terlihat bergulung-gulung
menyerupai ombak laut kegemaran banyak atlit peselancar. Suasana perumahan GIRI
LOKA
nampak hening dan tak terlihat seorangpun beraktifitas lari pagi, bermain bulu
tangkis atau sekedar berjalan santai dengan anjing lucu atau kucing kesayangan
mereka , seperti yang selalu mereka lakukan disetiap hari minggu pagi.
Kesenyapan ini
terjadi karena hujan turun semalaman dengan cukup deras disertai angin kencang,
tak heran jika keesokan harinya cuaca terasa sejuk dan keadaan jalanan banyak
yang tergenang air. Cuaca yang sejuk inilah yang membuat para penghuni
perumahan masih tertidur pulas dan enggan keluar rumah.
Tepat disudut paling ujung dari sebuah gang , sebuah
rumah mewah berlantai dua yang dibangun dengan gaya eropa terlihat berbeda dari
rumah rumah tetangga lain. Rumah itu tidak sunyi , Ada beberapa suara merdu
terdengar seakan saling bersahutan, mereka adalah burung kenari yang bersemangat
menyambut pagi di dalam sebuah kandang berukuran cukup besar. Sesekali terdengar suara titik titik air jatuh ke pot
tanaman yang kosong yang letaknya disudut rumah bagian luar hingga air itu
membentuk seperti kubangan.
Rumah mewah itu berdinding warna abu abu muda,
berpintu gerbang cokelat keemasan berukuran kurang lebih dua meter . Dari luar
nampak seperti tertutup rapat hingga nyaris tak ada orang yang dapat melihat aktifitas yang sedang berlangsung
didalam rumah tersebut.
Terlihat Quinsha, seorang wanita lajang berusia limapuluh
satu tahun. Seorang sekretaris lulusan S1 jurusan ekonomi yang dua kali menerima
beasiswa sebagai mahasiswi dengan nilai terbaik dikampusnya. Wajahnya nampak cerdas dan selalu berpenampilan elegan
dengan balutan blazer ketika
beraktifitas ditempat kerjanya.
Quinsha bekerja di sebuah perusahaan swasta yang
bergerak dibidang distributor batu bara dan sudah dua puluh enam tahun mengabdi
pada perusahaan itu. Perusahaan sering menugaskannya keluar negeri untuk urusan
lobi lobi pada perusahaan besar yang bergerak dibidang yang sama antara lain ke
Singapura, Selandia baru, Australia dan London dan hebatnya selalu berakhir sukses.
Waktu sudah menunjukkan pukul 7.30 pagi , nampak Quinsha masih belum melakukan ritual
rutinnya yaitu mandi. Masih terlihat memakai piama biru kesayangannya. Wajah
cantiknya nampak muram sambil tangan kanannya memegang secangkir kopi susu
hangat. Ruang tamu adalah tempat favoritnya untuk melupakan sejenak tugas tugas
rutin kantornya.
Perlahan lahan pandangannya menyebar keseluruh
ruangan, tak lama kemudian matanya
terhenti pada deretan foto yang terpajang rapih di dinding, nampak ada
wajah Bapak dan Ibunya. Sesaat Quinsha teringat mereka yang
kini telah hidup berpisah. Mereka masing- masing telah menikah lagi. Quinsha
merasa sudah lama tak mengunjungi kedua orangtuanya, Tetapi Quinsha juga merasa
kecewa kalau teringat keduanya tak pernah memperdulikan kehadirannya ketika
mengunjungi mereka dan bahkan terlihat
dari bahasa tubuh mereka bahwa dirinya tak dibutuhkan ditengah tengah
kehidupan mereka. Hal itulah yang
membuat Quinsha membuat keputusan untuk tidak terlalu sering menengok mereka.
Sejak orangtuanya berpisah dan hidup dengan kehidupan mereka
masing masing Quinsha merasakan dunianya tak lagi bermakna karena kini kedua
orangtuanya telah hidup dengan kehidupan baru masing masing. Yang membuat
Quinsha sedih, Mereka menganggap Quinsha sudah mampu untuk hidup mandiri tanpa harus meminta saran
apapun pada mereka lagi
Perlahan pandangannya beralih kearah beberapa foto teman kantornya. Quinsha menghela nafas panjang. Ada setitik rasa kecewa membalut hatinya, karena
beberapa temannya yang ada didalam foto itu telah menikah dan memiliki beberapa
anak.
Terakhir, dipandangnya pula foto lucu si Cendol , begitu Quinsha biasa
memanggilnya. Cendol adalah Seekor
kucing ras Persia warna kelabu berbulu tebal kesayangannya yang sudah lima tahun
menjadi sahabat setianya. Sejenak Quinsha diam lalu tersenyum karena merasa geli sendiri mengapa harus ada
foto kucing juga di dinding rumahnya. Tetapi begitulah Quinsha. Dia sangat menyayangi kucingnya yang setia menemaninya
tanpa pernah menuntut apapun. Cukup adil rasanya jika Cendol akhirnya diakuinya
sebagai anggota keluarganya.
Ditengguknya beberapa kali kopi susu yang sejak tadi
ada dalam genggamannya. Perlahan ditatapnya pemandangan mendung diluar jendela
dan menghela nafas panjang lalu geleng geleng kepala. Quinsha merasa sedih
mengingat hari harinya selalu dihabiskannya sendiri karena hingga saat ini masih belum ada satu priapun
yang singgah dihatinya, yang kelak
keluarga besarnya akan dijenguknya untuk bersilahturahim layaknya seorang
wanita pada kerabat suaminya.
Tiba tiba di tengah kegalauan hatinya, Quinsha jadi
teringat rekan kerjanya satu kantor yang bernama Dian yang sudah punya calon
suami dan akan melangsungkan pernikahan tahun depan.
Quinshapun teringat pada sahabatnya yang lain
bernama Yuni yang bekerja tidak satu kantor dengannnya melainkan bekerja
diperusahaan lain. Yuni sudah memiliki suami yang tampan dan dua orang anak
yang lucu dan pintar.
Kebersamaan mereka membuat Quinsha iri karena Mereka selalu kompak pulang kampung bersama satu minggu sebelum
idul fitri ke Samarinda Kalimantan, tempat dimana kedua orangtua mereka tinggal. Disamping itu, setahun dua kali
mereka selalu meluangkan waktu untuk pergi
bersama keluar negeri. Sebuah moment
yang indah yang Quinsha pikir tak akan bisa dia alami dalam hidupnya.
Quinsha merasa kagum dengan kebahagiaan teman
temannya yang justru mereka rasakan disaat usia mereka belum mencapai lima
puluh tahun .
Quinsha merasa kecewa pada nasibnya yang masih saja
belum punya seorang kekasih hingga
usianya yang dia anggap sudah melampaui batas
dan tak pantas lagi disebut sebagai usia ideal untuk berumah tangga. Quinsha
kerab bertanya pada dirinya sendiri , mengapa dirinya tak seberuntung dua
kawannya itu, memilki orang orang yang dicintai dan mencintai. Quinsha merasa tak
memiliki siapa siapa lagi walaupun kenyataanya kedua
orangtuanya masih hidup.
Selama dua puluh enam tahun Quinsha dirawat oleh
mbah Sosro, nenek kandung dari pihak sang ibu. Mbah Sosro sangat sabar dan menyayangi Quinsha
hingga akhir hayatnya. Mbah Sosro telah
menghembuskan nafas terakhirnya karena penyakit jantungnya enam tahun lalu.
kini walaupun tak ada lagi sang nenek disampingnya, Tetapi Quinsha
tumbuh menjadi seorang wanita mandiri, cerdas dan telah mampu menghidupi
kebutuhan dirinya sendiri. Selain sukses dalam karirnya sebagai
sekretaris dirinya juga sukses dalam
memanfaatkan waktu luang untuk kerja sampingan
yang disesuaikan dengan bakat dan minatnya yaitu menulis.
Bakat menulisnya selalu dia gunakan untuk mencari
penghasilan tambahan. Quinsha sering mengirim
artikel tentang apa saja yang terjadi disekitar pada beberapa tbloid
terkemuka dan sering pula menjadi juara
pertama lomba menulis tingkat nasional
yang membuat dirinya akhirnya bisa
menabung jutaan rupiah dimana uang
tersebut dia investasikan dalam bentuk deposito.
Perlahan lahan dengan tabungannya yang makin hari makin bertambah ,dia putuskan untuk membeli
sebidang tanah tak terlalu luas untuk dibangun sebuah butik sederhana untuk perlengkapan
anak anak . kini setelah penantiannya
yang panjang dan sabar, akhirnya impiannya terwujud. Kini Quinsha benar benar telah memiliki sebuah butik impiannya dan tiga anak buah
sebagai karyawannya
“Quinsha
Butique” demikianlah nama butik yang dimilikinya. Butiknya telah memiliki banyak pelanggan dan karirnya
sebagai sekretarispun makin
cermelang. Tetapi jauh direlung hatinya
yang paling dalam, semua keberuntungan yang dia miliki itu tak selamanya bisa menjamin kebahagiaannya jika
masih belum memiliki pasangan hidup.
Ω Mendung hitam bergumpal
gumpal diangkasa tepat pukul 13.00 siang. Suasana agak gelap karena memang tak
sedikitpun sinar matahari yang muncul. Quinsha membuka pintu gerbang rumahnya,
menggemboknya kembali lalu bergegas melangkah menyeberang jalan dan menuju mini
market yang berjarak kira kira lima puluh
meter dari rumahnya. Dia kembangkan payung hitamnya karena rintik rintik
hujan mulai jatuh membasahi bumi.
Kali ini Quinsha enggan memakai mobil sedannya untuk
pergi belanja kemini market itu, karena baginya berjalan akaki lebih
menyehatkan jantung.
Baru saja berjalan
beberapa langkah , tiba tiba tanpa diduganya dari arah kiri melaju
motor berwarna hitam dengan cepat. Quinsha terkejut dan spontan berteriak hingga payungnya
terlepas dari genggamannya. Si pengendara motor itu juga terkejut karena tidak menyangka kalau ada seorang wanita menyeberang jalan. Untuk menghindari tabrakan yang tak di inginkan
akhirnya pemuda itupun spontan membanting setirnya kearah kanan yang justru
membuatnya menabrak tanggul trotoar lalu terjungkal menabrak batang pohon
cemara dan masuk parit. Untunglah parit itu kering.
Quinsha menutupi
wajahnya dengan kedua tangannya sambil
berteriak ketakutan karena tak punya waktu untuk menghindari motor yang dia piker pasti menabraknya. Keajadian itu begitu cepat dan
tak terduga. Sesaat Quinsha terdiam ketakutan dengan degub jantung yang cepat. Tetapi Dia juga merasa lega dan mengucapkan
syukur pada tuhan yang maha esa, karena ternyata motor itu tak menabaraknya
melainkan melaju kencang kearah lain dan
menghantam pohon di pinggir jalan. Perlahan lahan Quinsha memberanikan diri
untuk membuka kedua tangannya. Dia terkejut melihat seorang laki laki beranjak
terseok dari balik parit dengan suara yang merintih menahan sakit.
“Ya tuhan bagaimana ini? Apakah orang itu baik baik saja?” tanyanya
dalam hati. Dengan perasaannya cemas Quinsha menghampiri pengendara motor yang pakaiannya
terlihat robek robek itu. Cuaca mendung makin gelap dan hujanpun turun makin
lama makin deras, tetapi Quinsha tak memperdulikannnya. Quinsha menghela nafas lega ketika mendapati
sipengendara motor itu baik baik saja.
Dia melihat laki laki itu melangkah dengan gontai terseok seok dan akhirnya
duduk lunglai dipinggir trotoar. Nampak pemuda itu memijit mijit paha kananya
sambil sesekali meringis menahan sakit. Sesaat kemudian dibukanya helm hitam
yang[i] sejak
tadi membungkus kepalanya. Quinsha tertegun memandang wajah pemuda itu ternyata
tampan . Sesaat mata mereka berdua
saling bertemu. Sipemuda itupun terkesima ketika memandang wajah Quinsha yang
cantik. Keduanya tersenyum malu malu.
“Kamu bailk baik saja kan mas…..tak ada patah tulang atau gegar otak?”
Tanya Quinsha dengan perasaan yang tak menentu. Wajahnya Nampak cemas.
“Aku baik baik saja………..(terdiam dan menatap mata Quinsha), Maafkan aku ya tadi aku tak lihat ada kamu sedang
menyeberang jalan. Aku sedang terburu buru .” kata si pemuda itu dengan tatapan
sayu.
“ Seharusnya jangan mengendarai motor sekencang itu. Bisa saja maut mengintaimu tanpa terduga dan sekarang…. Terbukti
kan ?” kata Quinsha lagi .
Sipemuda
terdiam seolah olah setuju dengan komentar Quinsha. Akhirnya tanpa pikir
panjang sang pemuda memberanikan diri menjulurkan tanggannya untuk bersalaman mengawali sebuah perkenalan. Akhirnya mereka
saling berjabat tangan menyebut nama masing masing.
“Oya…lihatlah kondisi motormu mas Kenzi. Sepertinya tidak bisa kau
kendarai lagi.” kata Quinsha lagi. Kenzipun
menoleh kearah motornya yang sejak tadi terkapar dipinggir trotoar. Nampak
motornya mengalami kerusakan, terlihat kaca
spion kirinya pecah dan penyok. Sedangkan kaca spion kanannya tak Nampak lagi berdiri
ditempatnya., entah terpental kemana. Nampak pula bagian perut motor sebelah kanan
penyok dan banyak mengalami goresan yang membuat sosok motor itu terlihat
tidak bagus lagi. Kenzi tertegun melihat kondisi motornya yang babak belur
dihajar jalanan. Tetapi bagaimana pun juga dia bersyukur pada tuhan karena
nyawanya masih selamat tanpa ada luka berat yang harus dikhawatirkan.
Langit yang tadinya agak terlihat kelabu berangsur angsur berubah cerah . Hujan deras yang tadi mengguyur dua insan yang
baru saling mengenal itupun surut . keduanya dalam keadaan basah kuyub. tiba tiba Kenzi
tersadar akan handphonenya yang dia simpan dalam saku celana jeansnya. Dicobanya meraba kedua saku celananya untuk memastikan jika hapenya
dalam kondisi baik baik saja. Tetapi apa harus dikata ternyata hapenya pecah dibagian layarnya dan
banayka mengalami benturan hingga terlihat ada yang retak dibagian casing belakangnya .Setelah Kenzi
mencoba menghubungi seseorang ternyata
hape itu mati total dan tak bisa digunakan untuk menelepon lagi. Kenzi menghela
nafas panjang karena menahan rasa
kecewanya.
“ Mungkin kena benturan saat mas tadi terjatuh dari motor, jadinya
komponen dalamnya jadi rusak.” Kata Quinsha perlahan.
“Iya nih…..rusak. tapi tak apa. Besok atau lusa bisa aku perbaiki
ditukang service.” Jawab Kenzi dengan nada lembut.
Tetapi wajahnya Nampak murung ketika mendapati sebuah foto anak
lelakinya disaku kemejanya tidak mengalami kerusakan sedikitpun. Quinsha
terdiam ketika melihat foto itu. Mencoba menebak nebak bahwa foto itu adalah
foto putranya, yang ternyata memang
benar. Kenzi menceritakan jika foto itu adalah anaknya yang kini sedang
menjalani operasi amandel dirumah sakit. Kenzi akhirnya bercerita karena alasan
itulah tadi dia terburu buru dalam mengendari motornya. Quinsha terdiam dan
perlahan manggut manggut tanda mengerti. Kenzi menceritakan pula bahwa a isterinya
telah meninggal setahun yang lalu akibat penyakit jantungnya, dan dia merasa
harus mempertahankan hidup anaknya agar tidak kehilangan orang yang dia kasihi
untuk kedua kalinya. Quinsha terkejut. Ada rasa pilu menyerang hatinya mendengar
kisah Kenzi yang baginya hampir sama seperti yang saat ini dia rasakan, yaitu
sendirian dalam kesepian tanpa seseorang yang dikasihi, Hanya saja perbedaannya
Kenzi sudah pernah merasakan hidup berumahtangga dan memiliki seorang putra.
Ω Rabu yang kelabu bagi Quinsha. Berjalan
jalan seorang diri tanpa ada seorang teman yang menemani. Tetapi bukan itu yang
mengganjal perasaannya melainkan banyaknya tugas kantor yang masih banyak belum
diselesaikan.Dia mencoba melupakan hal itu dengan berjalan menuju sebuah kafé
tempat dimana Kenzi bekerja sebagai penyanyi.Kafe itu bernama Bintang Cafe. Dengan santai Quinsha
mencari tempat duduk yang masih kosong disudut ruangan lalu dia menjentikkan jemarinya hingga
terdengar bunyi “kluk..kluk”. Quinsha memesan minuman kopi susu kesukaannya
pada seorang waiter yang berdiri tak jauh darinya.
Setengah jam telah berlalu tetapi dia tak menemukan Kenzi. Berulang kali
Quinsha tengok sana tengok sini mencari Kenzi dengan wajah yang sedikit tegang.
Sudah dua cangkir kopi susu dihabiskannya . Tapi kegelisahannya tak bertahan
lama manakala alunan musik dan lagu yang menjadi pembuka acara akhirnya dimulai
juga. Terdengar tepuk tangan riuh para tamu pengunjung café. Quinsha mendadak
kegirangan ketika melihat Kenzi muncul dari balik tirai panggung dan menuju
kearah mikrofon. Kenzi menyalami semua tamu yang hadir dan mulai bernyanyi.
Quinsha tersenyum dengan ceria ketika Kenzi menyanyikan lagu kesukaannya yang
berjudul To love somebody yang pernah dipopulerkan oleh kelompok
Beegees dari Inggris. Hati Quinsha bergetar seketika. Matanya
terbelalak tak berkedip karena ternyata Kenzi telah mengetahui kehadirannya.
Kenzi menyanyikan lagu sambil tangan kirinya menjulur menyapa lembut kekasihnya
itu.
Quinsha tersenyum dan
melambaikan tangan kanannya. Wajahnya Nampak sumringah. Tindakannya ini menyita
perhatian beberapa pengunjung kafe.
Setelah lagu berjudul Camelia selesai, akhirnya Kenzi turun dari panggung diiringi tepuk
tangan para tamu kafe. Kenzi menghampiri Quinsha dan menjabat tangannya dengan
hangat.
“Apa kabar sayang .senangnya
kau ada disini.Aku pikir sepulang dari kantor kau akan langsung pulang kerumah.” Sapa Kenzi dengan lembut.
“Sudah dua minggu aku
ga kesini. Rasanya kangen ingin mendengar suara merdumu” Kata Quinsha sambil tersenyum manis. Kenzi menarik kursi kosong lalu duduk dan
menatap lembut wanita yang sudah tiga bulan ini mengisi kehampaan hatinya .
“Trimakasih sayang. Tutur Kenzi seraya memandang langit berusaha
untuk memyembunyikan perasaannya yang sejujurnya tidak terlalu bangga dengan
pekerjaannya sebagai penyanyi.
“Oya mas…..bagaimana kabar
Tristan anak kamu…..?” Tanya Quinsha lagi.
“Syukurlah…. Sejak Pasca
operasi amandel, keadaannya makin membaik dan sudah banyak makan sekarang.makin gemuk dia
(tertawa) Mungkin karena usianya yang
sudah lima belas tahun ….jadinya proses penyembuhannya jadi lebih cepat.” Kata Kenzi dengan wajah yang Nampak bahagia.
Tetapi Quinsha justru terlihat murung.
“Hayo ada apa , kok
wajahnya dilipat tujuh belas begitu?” Tanya Kenzi lagi.
“Itu mas…(terdiam
sesaat) itu….anu mas….aku tiba tiba
teringat omongan para tetangga yang beberapa
hari ini membicarakan tentang hubungan kita. Katanya aku ini tante tante
kesepian yang punya pacar seorang pemuda yang lebih pantas menjadi adiknya.” kata
Quinsha lirih dengan wajah yang tertunduk. Kenzi terdiam dan terus memandangi
Quinsha yang masih saja tertunduk.
“Kamu tak boleh bilang
begitu. Bukankah selama ini kita sudah
menjadi sepasang kekasih. Mengapa kau
masih menganggap bahwa dirimu masih sendiri? Lalu Kau anggap apa aku selama ini
Quinsha?.”Mata Kenzi menatap tajam. Perlahan
Quinsha mengangkat wajahnya. Akhirnya Mata mereka saling bertemu.Suasana sesaat
hening diantara mereka. Mereka saling memandang cukup lama. Kedua mata Quinsha
Nampak berbinar .Kenzi langsung mengubah posisi duduknya menjadi disamping
Quinsha.
“Mungkin bagimu aku ga pantas untuk kau cintai karena
aku bukan laki laki yang kaya. Aku Cuma seorang penyanyi café yang ga jelas
masa depannya.” Kata Kenzi. Perlahan Ditepuk tepuknya dengan lembut punggung Quinsha.
“ Tapi aku punya cinta yang murni, sungguh sungguh mencintaimu karena
aku memang membutuhkanmu untuk bisa mendampingi disisa hidupku . Tapi Kalau kau
lebih peduli dengan omongan orang yang ga penting itu dan membuatmu ragu, aku
ga bisa memaksamu untuk mencintaiku.”(menghela nafas).
Quinsha menatap mata Kenzi dengan mata berkaca kaca.
Diraihnya jemari laki laki itu dengan lembut. Kenzi diam ,kali ini wajahnya Nampak lesu dan muram.
“Aku ga mau kau
mencintaiku hanya karena terpaksa. Tak ada cinta yang membuat bahagia kalau
cinta itu dipaksakan atau karena keterpaksaan.” Kata Kenzi sambil menatap
langit. Wajahnya nampak muram.
“Dengar mas, aku ga peduli
bagaimana status sosialmu. Siapa yang bilang jika aku mrencintaimu karena
terpaksa? Itu Cuma pikiranmu saja. Aku
mencintaimu.” Kata Quinsha perlahan.
“Jika kau memang
mencintaiku lalu mengapa susah hati
hanya karena tetangga membicarakan tentang hubungan kita. Kita yang
menjalani cinta ini bukan mereka’’ (menghela nafas panjang) kata Kenzi lirih.
“Aku mencintaimu mas,
hanya saja aku ga yakin apakah kamu akan bahagia kelak jika kita benar benar
bisa hidup bersama.” Kata Quinsha lagi. Kenzi mengenyitkan dahinya. Ada
perasaan curiga dikerling kedua matanya.
“Apa maksudmu
Quinsha? Bicaralah yang jelas jangan diputar putar dengan kalimat yang tidak
aku mengerti.” Kata Kenzi yang nampak bingung.
“Usia kita terpaut
cukup jauh dan bagi beberapa orang itu
adalah sesuatu yang aneh dan tidak baik. Usiaku sepuluh tahun lebih tua darimu.
Mereka benar kalau Kau lebih pantas
menjadi adikku mas.”
Kata Quinsha dengan nada suara terbata bata dan sedikit bergetaran
menahan sedih.
“Ya tuhan…mengapa
perbedaan usia jadi masalah? Jangan pernah hiraukan apapun kata orang .Tahukah kamu bahwa Sebaik baiknya manusia itu adalah yang
bisa menerima perbedaan.” Kata Kenzi mencoba menguatkan kepercayaan diri kekasihnya
yang mulai goyah .
“Quinsha sayang,
banyak sifat orang yang membicarakan keburukan orang lain karena mereka senang
melihat orang lain susah dan susah kalau melihat orang lain senang.” Kenzi
terus berusaha meyakinkan hati Quinsha.
“Kau wanita yang
cantik, baik dan cerdas dengan karir yang sukses. Semua kelebihanmu itu bisa
membuat orang lain iri dan tidak menyukaimu, karena mereka merasa tidak akan
pernah bisa menjadi seperti dirimu.” Kata Kenzi sambil mencium lembut jemari
kekasihnya.
Quinsha tersenyum. Rona mukanya perlahan berubah,
yang tadinya muram kini terlihat ceria kembali.
“Terimakasih mas, ucapanmu itu tak akan
pernah aku lupakan. Kini aku menyadari bahwa kau adalah semangatku.” Kata
Quinsha tersenyum ,tetapi tak bisa menahan airmata bahagianya untuk tidak jatuh dari kedua matanya. Kenzi mengusap
lembut airmata yang membasahi kedua pipi
Quinsha.
“Semangat! Mulai sekarang dan selamanya jangan
pernah dengarkan orang lain yang berbicara buruk tentang hubungan kita. Mereka hanyalah orang orang yang tak bahagia,
karena tidak bisa berfikiran positif tentang orang lain.” Kenzi terus
menyemangati hati kekasihnya. Kata kata Kenzi penuh dengan aura motivasi yang
ternyata bisa membuat semangat Quinsha untuk bangga akan dirinya kembali
tumbuh.
‘’Kita makan malam bareng
yuk. aku lapeeeeeer banget nih .aduuuuuh.” Kenzi tiba tiba merubah topik
pembicaraan. Dengan gaya lucunya. Wajahnya Nampak meringis ringis sambil
meremas remas perutnya. Keadaan inilah yang membuat hati Quinsha kuat kembali .
Quinsha tertawa kecil karena melihat gaya dan mimik wajah Kenzi yang menurutnya
sangat lucu dan konyol itu.
Kenzi merasa lega dengan kembalinya keceriaan
diwajah Quinsha. “Tahukah kamu Quinsha , jika hukum gravitasi berlaku selama
nafas kita masih ada?” Tanya Kenzi lembut. Quinsha menggelengkan
kepala.
“Maksudnya apapun yang kau lempar keatas
kelak akan jatuh lagi padamu, contohnya, jika kau tebar perasaan yang bahagia
maka kebahagialah yang akan kembali padamu.
Nah…mulai sekarang jangan biarkan rasa resah atau sedih menguasaimu.” Untuk yang kesekian kalinya Kenzi memberi semangat pada Quinsha. Sesaat pandangan mereka saling bertemu lagi dan
sama sama tersenyum.
Dua jam berlalu.. Quinsha
dan Kenzi menghabiskan waktu dengan makan malam romantis bersama. Makan malam
yang ditemani dengan dua lilin berwarna merah yang menyala yang disekelilingnya
bertaburan bunga kamboja warna kuning. Bagaimana bisa dimeja makan jadi ada bunga yang bertaburan ?
Ternyata Bunga itu sengaja Kenzi raih dari tempat yang tak jauh dari meja makan mereka.
Bunga bunga kamboja indah itu adalah bunga yang jatuh karena rontok dari pohonnya.
Kenzi mengumpulkan bunga bunga itu dengan secepat
mungkin lalu segera menaburi bunga itu
diatas meja makan sambil menyanyikan sebait lagu yang berjudul To love somebody. Kenzi memang selalu punya ide spontan dan tak
pernah kehabisan akal untuk membuat Suasana menjadi romantis ketika berada
disamping kekasihnya.
Larut malam bergulir tanpa kompromi. Waktu telah
menunjukkan pukul 23.00 .Akhirnya Quinsha pamit untuk pulang kerumah secepatnya.
Tapi Kenzi meminta agar dirinya bisa mengantarnya pulang dengan mobil jadulnya.
Awalnya Quinsha menolak dengan alasan tak
mau membuat repot Kenzi. Tetapi karena Kenzi sedikit memaksa akhirnya Quinsha
mau diantar pulang. Jauh dilubuk hatinya
Quinsha merasa bahagia karena Kenzi memaksanya untuk bisa mengantarnya pulang.
Begitu pula dengan perasaan Kenzi yang merasa senang bisa mengantarkan
pulang wanita yang selama ini mampu membuatnya merasa berharga.
Ω Ning nong.. Terdengar suara nada dering
Sms dari hape Quinsha. Nampak Quinsha
sedang sibuk mengaduk aduk sayur lodeh . Mendengar hapenya terus berbunyi
berkali kali akhirnya dengan terburu
buru bergegas berlari kearah hapenya yang dia letakkan diatas meja makan.
Diraihnya hapenya lalu mulai membaca pesan singkat yang baru diterimanya.
Quinsha spontan loncat kegirangan .wajahnya berbinar .
“Wah mas Kenzi dan anaknya mau
berkunjung kesini.’’ Teriaknya. Quinsha berjalan setengah berlari menuju
dapur. Sayur lodeh yang sejak tadi dia
masak ternyata sudah siap untuk diangkat lalu di pindahkan ke mangkuk besar
yang ada dimeja makan. Berbagai teman lauknyapun nampak rapih tersaji diatas
meja dengan piring yang bermotif gambar batik . Ada ikan goreng berbumbu
kuning, ada sambal tomat, ada dadar telur dan bakwan jagung.. Sungguh masakan
yang sederhana tetapi menggugah selera. Quinsha memang hidup berkecukupan
tetapi dia selalu menyukai kesederhanaan dalam memilih masakan. Dia lebih suka
masakan yang dimasaknya sendiri karena dia lebih yakin akan kebersihan dan kondisi makananya yang sudah pasti lebih
bersih dan aman untuk dikomsumsi. Dengan adanya masakan yang telah selesai
dimasaknya itu Quinsha berniat ingin
mengajak Kenzi dan Tristan untuk makan siang bersama.
Dua puluh menit kemudian akhirnya bel rumah berbunyi.
Quinsha beranjak dari duduknya diruang tamu dan bergegas menuju pintu dan langsung
membukanya dengan terburu buru. Ada kerlingan kebahagiaan disudut bola matanya.
“Hai…….apa kabar?”sapa Quinsha ketika dilihatnya Kenzi dan Tristan sudah
berdiri didepan pintu utama.
“Maaf Quinsha jika kau terlalu lama menunggu kami.. jalanan macet. ”
Kata Kenzi sumringah.
“Tak apa apa, yang penting kalian
bisa sampai kesini dengan selamat. Ayo
silahkan masuk . kita ngobrol di dalam.” kata Quinsha dengan senyum manisnya.
“Ayo Tris….kita masuk dulu .”
Kenzi mencoba menepuk bahu anaknya dengan lembut. Tetapi Tristan menolaknya.Wajahnya
cemberut.
“Untuk apa kita kesini, Siapa dia pa?
dia pacar baru papa …?” Tanya Tristan dengan nada suara agak meninggi.
“Tristan…jaga
sikapmu! Kamu bukan anak kecil lagi yang harus diajarkan bagaimana harus
bersikap sopan pada orang lain.” Jawab Kenzi dengan nada suara yang tertahan
karena menahan emosi yang hampir meledak.
“Kalau papa ingin bersama Tante itu….silahkan. tapi
jangan harap aku akan menerima dia sebagai pengganti mama…ga mungkin!” kata Tristan lagi sambil berputar badan dan
berlari menuju mobil jadulnya diluar gerbang rumah. Ayahnya terkejut ,
memandangnya dengan tatapan yang heran dan Nampak mulutnya menganga karena tak
percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Quinsha terdiam sedih. Matanya
terlihat berkaca kaca. Dirinya tak menyangka akan mendapat perlakuan
menyakitkan seperti itu.
“Mas Kenzi, sebaiknya pulang saja. Aku ga apa apa kok…….kalau mau
berkunjung kesini…lain kali saja. Kan masih banyak waktu.” Quinsha mencoba menyembunyikan
kekalutan hatinya dengan senyuman manisnya. Tetapi Kenzi tidak bisa tertipu.
Dirinya tahu jika hati Quinsha sangat sakit dengan ucapan Tristan.
“Quinsha…..maafkan Tristan ya…..dia belum tahu
jika kau adalah wanita yang baik dan bisa membuat hatiku bahagia.” Kata Kenzi
perlahan sambil tangannya meraih jemari Quinsha dan meremasnya lembut. Mata mereka
saling bertemu.Sama sama membisu seribu basa.
“Butuh
waktu untuk seorang anak agar bisa menyesuaikan diri dengan orang yang belum
dikenalnya. Aku yakin cepat atau lambat dia akan mengerti, bahwa aku pantas
hidup mendampingi dirimu.” Kata Kenzi perlahan.
“Kita
sudah saling kenal lebih dari tiga bulan Quinsha, itu
waktu yang lebih dari cukup untuk mengenal kepribadianmu. Kau tahu….aku sudah
menyukaimu sejak pertama kalinya kita bertemu. Hari ini aku pasrahkan segalanya
padamu, kau akan menerimaku atau tidak, sesungguhnya aku sangat mencintaimu.” Tutur kata Kenzi yang mesra dan lembut justru
membuat Quinsha menangis.
“Mencintaiku……untuk apa kau mencintai perempuan tua macam aku? Usiamu
empat puluh dua tahun sedangkan aku sudah setengah abad , lima puluh satu tahun
mas. Kamu masih bisa mencari seorang gadis muda untuk menjadi isterimu kelak,”
Kata Quinsha dengan berderai air mata.
“Sayang……aku mencintaimu dan tak peduli berapapun usiamu.Rasa sayang ini
memang datang dari lubuk hati yang paling
dalam. Aku mencintaimu karena memang aku mengharapkanmu untuk bisa menemaniku disisa
usiaku.” Kata Kenzi lagi. Kali ini matanya Nampak berkaca kaca. Quinsha makin
bersedih ketika melihat Kenzi juga meneteskan air mata.
“Aku mencintaimu Quinsha……jangan berpikir kalau segalanya tidak mungkin
hanya karena Tristan belum bisa menerimamu. Cinta itu butuh pengorbanan dan
kesabaran.” Kata Kenzi lagi sambil mengecup jemari Quinsha dengan berlinang air
mata. Keduanya menangis dan akhirnya saling berdekapan pilu.
Tristan memandangi mereka dari dalam mobil dengan sorot mata yang nanar.
Rasa ketidak sukaannya terhadap Quinsha makin menggunung. Tristan merasa kalau
Quinsha hanya ingin mengambil alih posisi mamanya .Tristan beranggapan bahwa
seorang ibu tiri adalah neraka bagi masa depannya .Trista mempunyai opini
sendiri tentang Quinsha, bahwa seorang ibu yang tidak merasakan melahirkan
seorang anak tidak akan mampu mencintai yang bukan anaknya dengan perasaan sayang yang murni. Berulangkali
dipukulnya setir mobil karena rasa
jengkel dan kecewanya. Untuk beberapa
saat Tristan memandang keluar jendela dibagian yang lain dan tak mau lagi
melihat ayahnya yang sedang mesra memegangi jemari Quinsha. Tristan terkejut
ketika tiba tiba Quinsha sudah berdiri
disampingnya.
“Tristan……….kamu boleh membenci tante. Tetapi demi tuhan …tante sangat
menyayangi kamu dan papamu ..” Tutur Quinsha dengan nada yang lembut dan
sedikit terbata bata. Tristan diam tak menghiraukannya.
“Berilah kesempatan pada tante untuk
membuktikan bahwa kalian sangat berharga . Tante berharap kita bisa menjadi
keluarga kecil yang bahagia” Kata Quinsha lagi .Kembali air berlinangan. Tristan
menoleh kearah Quinsha dan menatapnya tajam.Quinsha tertunduk sambil tangan
kanannya menyeka airmata yang sudah jatuh dipipinya.
“Tristan..Tante
berkata sungguh sungguh. Biarlah yang maha kuasa memberi usia tante sampai hari
ini saja jika memang tante berbohong ?” kata Quinsha sekali lagi menyeka air
matanya. Matanya mulai sembab dan memerah .
Tristan tetap terdiam dan tak menghiraukan kata kata
Quinsha. Yang lebih menyakitkan hati Quinsha disaat dia bicara Tristan justru
tengah asyik menggunakan head set untuk mendengarkan lagu. Quinsha menarik
nafas panjang dan tetap bersabar untuk menghadapi Tristan yang baginya tidak
mudah untuk dibujuk . Kenzi hanya tersenyum datar ketika beradu pandang dengan
Quinsha. Hati Quinsha masih tenang karena Kenzi selalu bisa membuat suasana
hatinya menjadi sejuk kembali. Quinsha melankahkan kakinya yang gontai
menghampiri Kenzi. Dia tinggalkan Tristan yang terlihat tak memperdulikan apa
yang baru saja dia katakan
Tristan menoleh
perlahan memandang calon ibu tirinya itu berjalan kearah ayahnya. Pandangan
Tristan beralih keara Dompet cokelat yang dia simpan disaku celananya.
Dibukanya dompet itu dan disanalah dia bisa memandang foto sang ibu. Tristan
memandangnya dengan mata berkaca kaca. Dirabanya foto sang ibu .
“Tak akan pernah ada
yang bisa menggantikan posisimu ibu. Aku tak mau ibu kecewa disana hanya karena melihat ayah hidup dengan wanita
lain dan melupakan ibu.” Kata Tristan bicara dari dalam hati sambil terus
memandang foto ibunya. Setete sairmatanya jatuh membasahi foto itu.
Tristan menoleh lagi kearah Quinsha yang tengah asik
ngobrol dengan Quinsha. Tiba tiba ada suara dari dalam otaknya yang berusaha membangunkan sisi jahatnya.
(suara dalam otaknya)
“Memisahkan mereka sangat mudah tanpa harus ada
pertumpahan darah .Fitnah adalah solusi terbaik untukmu. Maka itu mengapa
Fitnah bisa dibilang lebih kejam dari pembunuhan… laksanakan dengan sangat hati
hati tanpa harus melibatkan dirimu karena disitulah kau akan mengerti bagaimana
dasyatnya akhir dari kisah fitnahmu.
“ suara yang menggema yang ada didalam
otaknya itu terasa begitu nyata baginya.
Tristan gelisah dan berulang kali kedua tangannya
menyibak rambutnya kearah belakang. Menarik nafas panjang dan makin terlihat
gelisah. Sorot matanya tajam dan nanar memandang Quinsha yang masih terlibat
perbincangan dengan sang ayah.
Ω Hari hari bergulir tanpa
kompromi.Quinsha tak menyadari jika jatah hari liburnya tinggal beberapa hari
lagi. Quinsha terkejut manakala melihat kalender yang ada didinding kamarnya. Dia
baru menyadarai jika hari liburnya hanya tersisa lima hari saja.Quinsha merasa
belum mendapat keberhasilan apa apa untuk melunturkan kebekuan hati Tristan.
Sudah berbagai cara dia lakukan untuk menaklukan hati Tristan tetapi tetap saja
gagal. Begitu kerasnya hati Tristan. Tetapi Quinsha tetap maju dan tak pantang
menyerah. Jika terus berusaha tanpa mengeluh pasti akan ada hasilnya. Quinsha percaya jika dirinya harus lebih
sabar, Lebih yakin dengan kemampuan sendiri dan percaya jika segala sesuatu
selalu membutuhkan pengorbanan.
Matahari telah naik tepat diatas kepala, pukul 12 .00. Cuaca terik dan terasa lembab. Tetapi keadaan
itu tak menyurutkan niatnya untuk menemui Tristan disekolahnya. Quinsha ingin
menjemput Tristan sepulang dari sekolahnya dan ingin pula mengajaknya makan siang
disebuah rumah makan tradisional.
Perasaan Quinsha tak menentu dan agak gugup mengingat sikap Tristan yang keras
kepala tak mau menerima akan kehadirannya.
Bel sekolah tanda belajar telah berakhir akhirnya berbunyi berdentang
dentang bagaikan bunyi lonceng gereja. Beberapa saat kemudian terlihatlah
beberapa siswa keluar dari gerbang sekolah dan di susul oleh siswa lainnya. Quinsha
memperhatikan satu persatu siswa yang berjalan keluar gerbang sekolah. Dilihatnya Tristan sedang berjalan
bergerombol dengan temannya lalu berpisah di ujung jalan perbatasan antara
sekolahan dan perapatan lampu merah. Saat itu Tristan tidak dijemput oleh
ayahnya karena sang ayah telah memberitahukan sejak pagi bahwa mobil mereka
akan dipakai ke Bogor, guna menghadiri undangan konser menyanyi disebuah acara ulangtahun
seorang anak jenderal terkenal disana.
Nampak Tristan sedang berdiri di trotoar jalan. Saat sedang asyik pencat pencet nomer hape,
tiba tiba datanglah sebuah mobil sedan mewah berwarna putih mutiara
menghampirinya perlahan Kaca mobil itu terbuka lebar. Tristan agak terkejut
dengan kedatangan Quinsha yang tak diduganya itu. Wajah Tristan cemberut dan
tatapan matanya tajam, seakan akan sedang menahan rasa amarahnya yang siap
meledak.
“Tristan….sapa
Quinsha ramah. Tetapi Tristan tak menjawab. Wajahnya Nampak dingin .
“Tristan….ada
sesuatu yang akan tante bicarakan padamu. Naiklah kemobil…kita akan cari tempat
makan. Kamu pasti lapar kan?” Tanya
Quinsha dengan senyuman manis dibibirnya.
Tristan terdiam. Dia ingat bahwa saat ini dirinya
harus tetap bersandiwara demi keberhasilannya untuk memisahkan ayahnya dengan
Quinsha. Tristan menginginkan sebuah cara yang halus tanpa harus melibatkan
dirinya. Tapi rencana yang seperti apa? Tristan hanya menghela nafas panjang.
“Sebenarnya apa
mau tante, kenapa tante ada disini?” Tanya
Tristan dengan nada suara yang datar.
“Tante ingin ngobrol denganmu tentang apa saja sambil kita makan siang
bersama.”
(terdiam sejenak) oh iya, hari ini kan hari ulang
tahunmu yang ke lima belas. Benar kan?” Tanya Quinsha lembut.
“Dari mana Tante tahu kalau hari
ini adalah ulangtahunku. Teman teman sekolahku saja tak ada tahu dengan tanggal
lahirku,” kata Tristan sambil menarik nafas
sambil memandang kearah kerumunan
orang .
“Beberapa
bulan lalu ayahmun pernah memberitahu tentang hari ulangtahunmu disaat kami
sedang terlibat sebuah obrolan. Tante belum lupa dengan apa yang telah ayahmu
katakan (terdiam sejenak) .
“Sebagai kado
ulangtahunmu kamu boleh pilih sesuai dengan apa yang kamu mau. Tante akan
berikan asalkan kamu mau makan siang bersama tante, ada sesuatu yang ingin
tante bicarakan padamu.” kata Quinsha dengan senyuman manisnya.
Diusapnya
lembut rambut Tristan. Wajah Tristan Nampak dingin dan bahasa tubuhnya napak bermalas malasan ,Sorot
matanya nanar memandang kearah seorang
pejalan kaki yang sedang sibuk ngobrol bersama handphonenya. Tiba tiba dia
teringat akan sesuatu. Teringat kata kata menggoda yang bersal dari dalam otaknya sendiri
(Suara dalam otaknya.)
“Memisahkan mereka sangat mudah tanpa harus ada
pertumpahan darah .Fitnah adalah solusi terbaik untukmu. Maka itu mengapa
Fitnah bisa dibilang lebih kejam dari pembunuhan… laksanakan dengan sangat hati hati tanpa harus melibatkan dirimu karena
disitulah kau akan mengerti bagaimana dasyatnya akhir dari kisah fitnahmu.”
Perlahan kata
kata itu tak lagi terdengar, Tristan menarik nafas. Pandangannya beralih kearah
orang orang yang sedak duduk dihalte. Dia melihat seorang wanita sedang ngobrol
dengan hapenya. Tristan tersenyum dan menoleh kearah Quinsha yang masih
membelai rambutnya.
“Tante sungguh sungguh mau membelikan apa yang aku mau sebagai kado
ulangtahunku?” Tanya Tristan Nampak bersemangat.
Quinsha tersenyum dan mengangguk. Dia merasa masih
ada pintu terbuka lebar untuk membuat hati Tristan benar benar luluh dan mau
menerima kehadirannya.
“Aku mau handphone yang paling
canggih .” kata Tristan dengan lirih. Quinsha tersenyum .
“Apapun yang kamu mau tante ga ada masalah.
Ayo…naik kemobil. kita langsung ke Mall cari hanphone yang kamu mau itu,
setelah itu kita makan siang.” Kata Quinsha sambil menunjuk mobil hitamnya yang
terparkir dibahu jalan.
Akhirnya Tristan menuruti ajakan
Quinsha untuk segera pergi ke mall. Tristan merasa senang karena sebentar lagi
akan memiliki sebuah hanphone berkelas seperti yang sudah dimiliki beberapa
teman sekolahnya.Tristan merasa gengsinya akan naik jika memiliki hanphone yang
harganya mahal. Menurut apa yang dilihatnya sekarang untuk pergaulan
disekolahnya beberapa temannya terlihat sangat mudah untuk bergaul dan
berkelaborasi dengan siswa yang lain hanya karena bisa memamerkan barang barang
mahal yang dimilikinya seperti jam tangan
asli dengan merk terkenal, handpone mahal, tas mahal, sepatu buatan luar
negeri atau membawa kendaraan mobil yang dikendarai sendiri kesekolah.
Ditengah perjalanan Quinsha mengendarai mobilnya dengan senyuman manis
dibibirnya. Alunan musik Wajahnya terlihat ceria, sedangkan Tristan cemberut
saja. Tristan berpura pura tersenyum bahagia ketika Quinsha sesekali menoleh
kearahnya. Alunan musik hip hop mengiringi mereka sepanjang jalan. Musik
seperti itu bukan kesukaan Quinsha yang sebenarnya sangat bertentangan dengan
perasaannya yang lebih menyukai genre music pop yang romantis. Karena Quinsha
merasa hatinya sedang senang dengan prilaku Tristan yang ramah kali ini, tak
ada salahnya jika Quinsha menyetel musik yang bernada cepat dan penuh semangat yang sesuai dengan perasaannya yang juga
sedang bersemangat.
Tetapi perasaan Tritan masih tetap sama yaitu
menganggap kehadiran Quinsha adalah sebagai ancaman yang ingin mengambil posisi
mamanya. Tristan menganggap Quinsha adalah wanita kaya yang cerdas dalam
memanfaatkan kekayaannya untuk mengambil hati ayahnya. Tristan berfikir bahwa
Quinsha hanya ingin mempermainkan perasaan ayahnya saja dan akan
meninggalkannya begitu saja ketika nanti jika dia sudah jemu. Ketika
pikirannnya membuatnya kembali gelisah tiba tiba datanglah sesuatu dari dalam otaknya.
(Suara dalam otaknya)
“Dengan adanya handphone mahalmu kau akan
mudah bisa menggunakannya sebagai
bayaran untuk seseorang yang akan melaksanakan tugasmu. Ingat …laksanakan
dengan sangat hati hati tanpa harus melibatkan dirimu. Biarlah orang suruhanmu
yang menanggung akibatnya dan setelah segalanya lancer kau akan mengerti bagaimana dasyatnya akhir
dari kisah fitnahmu.”
Tristan menyibak rambutnya kebelakang. Wajahnya
tegang dan berulang kali dia menarik nafas. Perlahan menoleh kearah Quinsha
yang sedang menyetir sambil joget mendengarkan musik. Tristan spontan tersenyum
ketika Quinsha menolehnya kearahnya tetapi senyumannya Nampak begitu dipaksakan
.Hanya saja Quinsha tak menyadarinya . Tristan memandang keluar jendela dengan
senyuman licik.
“Semalam ayahmu telpon tante,
katanya hari ini berangkat ke Bogor untuk lima hari. Ada tiga undangan menyanyi
di pesta pernikahan katanya. Apakah kamu sudah tahu?” Tanya Quinsha
“Aku sudah diberitahu ayah kemarin. .” Jawab Tristan dengan nada suara
yang datar . Quinsha mengangguk angguk lembut sambil mempertahankan untuk tetap
menyetir kendaraannya dengan kecepatan yang tidak lebih dari 40 km/jam.
Duapuluh lima
menit Quinsha dan Tristan akhirnya sampai kesebuah Mall didaerah Jakarta
Selatan. Setelah parkir mobil merekapun berjalan menuju ketempat jual beli
handphone.Suasana riuh dan Nampak banyak para calon pembeli yang memenuhi
konter konter yang tersedia.
Mata Tristan sesaat bertumpu pada sebuah konter yang
berukuran lebih luas dari konter yang lain. Konter itu lebih cocok disebut
sebagai galewry yang menjual khusus pada satu merk handphone saja. Quinsha
mengikuti Tristan dari belakang. WajahTristan Nampak sumringah . berkali kali
tersungging senyum dibibirnya. Dia merasa bahagia karena sebentar lagi akan
memiliki sebuah handphone baru yang harganya mahal yang menurutnya sudah pasti
berkualitas terbaik. Dia membayangkan bagaimana reaksi semua teman sekolahnya
yang terkesima dengan handphone barunya itu nanti.
Quinsha mengikuti kemanapun langkah Tristan. Tristan
Nampak sibuk dan sedikit bingung memilih handphone yang
dia ingin beli. Quinsha tahu bahwa Tristan bingung karena semua hape yang
ditawarkan digalery itu semuanya terlihat menarik dan memiliki fitur fitur yang
handal dikelasnya. Sesaat Tristan terdiam dan mendekati Quinsha . Menggapai
lengannya dengan manja dengan bahasa tubuh seperti anak kecil.
“Menurut tante , dari sekian banyak merk handphone yang mengaku paling bagus, manakah handphone
yang terbaik untkku tante?” ?”
Tanya Tristan setengah merengek.
Quisha tersenyum.
“Semua yang ada di gallery ini bagus semua
nak. Cobalah ikuti kata hatimu. “ kata
Quisha sambil merangkul lembut calon anak tirinya itu.
Tristan menggaruk garuk kepalanya yang tidak gatal.
Wajahnya masih terlihat bingung. Tristan kembali melihat lihat handphone yang
sejak tadi terpampang rapih dikaca estalase.Sejenak Quisha terhenti langkahnya
. Tiba tiba dia membayangkan sesuatu. Dia teringat kembali beberapa saat ketika
Tristan menggapai lengannya dengan manja dan merengek meminta sarannya tentang
hape. Quinsha tersenyum, wajahnya ceria.
“Tristan sudah berubah.
Semoga dia sudah bisa menerima
kehadirannku sebagai calon ibunya.” Katanya dalam hati.
Quinsha terbangun dari sadarnya ketika mendengar
suara Tristan memanggilnya. Quinsha mendekatinya setengah berlari karena dia
melihat remaja itu nampak berteriak teriak dan menyuruhnya untuk secepatnya
datang.
Dengan penuh semangat Tristan menunjukkan
keinginanya untuk dibelikan sebuah handphone berwarna hitam yang sudah positif
ingin dimilikinya. Quinsha menuju kasir untuk menyelesaikan transaksi pembayarannya.
Berulang kali Quinsha menoleh kearah Tristan yang
sejak tadi nampak bahagia mengusap usap handphone barunya. Quinsha mendekati Tristan lalu merangkulnya
lembut dan membawanya keluar dari gallery handphone itu.
Akhirnya keinginan Quinsha untuk bisa berbicara sambil makan siang
bersama Tristan terkabul juga. Quinsha
mengajak Tristan berjalan perlahan menuju tempat makan yang kebetulan tersedia
dengan berbagai menu yang hanya berjarak lima puluh meter gallery handphone.Quinsha mempersilahkan Tristan
untuk memilih tempat makan yang disukainya.
Tristan menunjuk kearah sebuah tempat makan yang menyajikan khas masakan Jepang. Quinsha
dengan semangat mengabulkan keinginannya dengan senyuman dan anggukan kepalanya
beberapa kali.
Mereka memesan makanan yang mereka sukai masing
masing dan akhirnya terlibat sebuah pembicaraan yang penuh dengan tawa. Tristan
menceritakan tentang ayahnya yang dulu pernah berbuat kesalahan yang konyol
ketika makan dirumah makan Jepang setahun yang lalu.
Tristan menceritakan jika ayahnya pernah tidak bisa
bayar makanan yang sudah dipesannya karena uang yang tersisa didompetnya
tinggal lima ribu rupiah sedangkan harga makanana yang sudah didepan mata
sebesar seratus lima puluh ribu rupiah.
Tristan mengaku malu sekali saat itu karena
dibelakang ayahnya banyak yang antri mau membayar. Kejadian yang memalukan itu
diketahui semua pengunjung restaurant. Karena makanan yang sudah dipesan tak
bisa di batalkan. Dengan nekat ayahnya membayarnya dengan jam tangan yang
harganya tak seberapa, hadiah ulangtahun
dari teman kerjanya. Yang mengejutkan harga makanan yang telah dipesan
jauh lebih mahal dari jam tangannya
“Saat itu ayah tak memiliki handphone jadi tak ada pikiran
untuk menggadaikan handphone. Mungkin jika punya hanphone mahal saat itu tidak
terlalu malu jika menggadaikannya sementara”. Kata Tristan sambil tersenyum
malu.
Merndengar itu Quinsha tertawa lepas. Dia merasakan
cerita Tristan sangat menggelikan. Tristanpun ikut tertawa mengenang kejadian
itu.
Suasana hening diantara mereka untuk beberapa saat
ketika dua waitress cantik datang membawa nampan yang berisikan makana yang
sudah dipesan. Setelah kedua waiter itu selesai meletakkan makana dan minuman
dimeja , dengan tersenyum mereka berlalu. Alunan music instrumental terdengar
indah dan membuat suasana makin romantis.
“Ayo kita berdoa dulu sebelum makan , supaya
berkah dang a bikin sakit perut.” Kata Quinsha sambil tersenyum. Nampak Quinsha
menundukkan keoalanya untuk berdoa. Sedangkan Tristan tertunduk tetapi sorot
matanya mengarah kearah Quinsha dengan tatapan yang nanar dan penuh dengan
kebencian. Wajahnya cemberut dan bibirnya mencibir.
“Kau kira semudah itu bisa
membuatku menuruti segala kemauanmu hanya dengan menyuapku? Kebaikan yang kau
berikan hari ini adalah palsu…omomg kosong!”
Kau tidak boleh menikah dengan ayahku. Tak ada yang bisa menggantikan
posoisi ibuku.” Kata Tristan dalam hati.
Akhirnya setelah selesai berdoa Quinsha melahap makanannya dengan sedikit
terburu buru. Dia kelaparan rupanya. Sejak tadi dia menahan perutnya yang sudah
keroncongan. Tetapi demi calon anaknya dia rela menangguhkan keinginan untuk
makan terlebih dahulu .
“Selama
ayahmu belum pulang dari luar kota, sebaiknya kamu bermalam saja di rumah tante. Ada kamar tamu kosong
yang bisa kau gunakan untuk beristirahat.”
Kata Quinsha.
“Tante kan kerja
bagaimana aku bisa masuk ?”Tanya Tristan sambil mulutnya mengunyah.
“Ada mbok Surti yang
jaga rumah. Nanti Tante kasih tahu agar
Dia menyambut kedatanganmu kapanpun kamu datang .” Kata Quinsha lagi.
Tristan terdiam tetapi mulutnya masih mengunyah
makanan. Sesekali dia mencuri pandang kearah Quinsha yang Nampak sedang lahap
menyantap makanannya. Tristan menghela nafas. Pikirannya melayang laying sambil
terus mulutnya mengunyah. Dan akhirnya shhhhhhhh..suara angin masuk kedalam
telinganya.Pandangannya nanar menatap gelas yang berisi teh manis hangat yang
ada didepannya. Tristan teringat sesuatu …sesuatu yang baginya adalah asset
terbaiknya saat ini.
Dia teringat
Raahul, seorang preman jalanan yang kerab menodong dirinya meminta uang ketika
berangkat sekolah. Rahuul sangat mudah ditemui karena selalu bersama teman teman sesame preman
dipersimpangan jalan yang jaraknya 100 meter dari gerbang sekolah.
Tapi selamat dua bulan ini Rahuul sudah tak lagi
menodongnya karena sudah menjadi teman, semenjak Tristan pernah menolongnya
ketika tertabrak motor dan sipengendaranya kabur. Saat itu Rahuul sekarat
dengan luka parah. Memar dan beberapa luka sobek dibetis dan lengannya yang
mengharuskan dia mendapat duapuluh tiga jahitan dirumah sakit. Tak seorangpun
temannya yang mau mengantarrkan kerumah sakit dengan alasan tak punya uang untuk biaya pengobatan. Dan akhirnya…
boom! Tristan mempunyai ide cermelang yang tiba tiba meledak hebat di otaknya
yaitu untuk segera membawanya kerumah sakit , alih alih bisa membuat Rahuul
berubah tak lagi menodongnya dikemudian hari karena telah merasa berhutang budi
padanya. Ide yang penuh pengorbanan tetapi
juga penuh dengan kelicikan.
Tristan menelpon ayahnya memohon pertolongan
keuangan demi nyawa Preman yang di katakannya sebagai teman barunya yang baik
.Ayahnya percaya karena saat itu Tristan memohon dengan merengek menangis.
Tipu muslihat yang rapih bagaikan seorang actor yang
memenangkan Oscar karena berhasil memerankan tokoh antagonis dengan baik.
Tristan ingin memanfaatkan jasa Rahuul untuk
menjalankan misi rahasianya yaitu memisahkan Quinsha dengan ayahnya dengan cara
memfitnahnya . Tristan yakin dengan iming iming pembayarannya berupa handphone
baru yang baru saja dia miliki, segalanya akan berjalan sesuai dengan rencana
apalagi Rahuul masih punya hutang nyawa dengannya.
Tristan merasa saat ini belum waktunya untuk
berpamer ria didepan teman teman sekolahnya karena memiliki handphone baru,
baginya rencana untuk memisahkan Quinsha dari ayahnya adalah perkara paling
penting untuk dilakukan terlebih dahulu.
Rahul terkejut ketika ada yang menepuk bahunya.
Semua yang terpikir didalam benaknya tiba tiba hilang. Tetapi tetap terpatri
kuat dalam otaknya.
“Tristan…jangan melamun. Ayo habiskan
makanannya.” Kata Quinsha sambil memandangnya lembut. Tristan sedikit gugup
tapi dia berusaha menyembunyikan perasaan terkejutnya. Dia tersenyum dan
mengangguk dan menyantap kembali makanannya.
“Tante
apakah aku boleh mengajak seorang teman kalau main kerumahmu. Maksudku
hanya singgah saja , temanku tidak ikut bermalam.” Tanya Tristan sambil
mulutnya mengunyah makanan.
“Tentu saja boleh yang penting temanmu adalah
orang yang baik seperti dirimu.” Jawab Quinsha sambil meraih minuman juice
sirsaknya lalu menengguknya. Tristan tersenyum manis dan mengucapkan
terimakasih sambil memeluknya. Quinsha terkejut dengan apa yang baru saja
dialaminya. Quinsha senang menyambut
perubahan prilaku Tristan yang terlihat lebih
santai dan bersahabat. Quinsha tersenyum manis dan matanya terlihat berkaca
kaca menahan rasa haru, Sedangkan Tristan merangkulnya dengan sorot mata yang
tajam dan terlihat menakutkan ,nanar dan tak berkedip kearah lantai. Wajahnya tersembunyi hingga
Quinsha tak bisa melihat mimik wajahnya.
Pagi yang cerah. Tristan terlihat sedang turun dari
bis umum dan melangkah melewati jalan yang biasa dia lalui untuk menuju
sekolahan. Dia melihat Rahuul di persimpangan jalan.,sedang berdiri disamping
warung kecil dipinggir jembatan ,tempat dimana dia selalu nongkrong bersama
teman temannya.
Tristan melangkah perlahan lahan dan terus mengawasi
Rahuul yang sedang main kartu.
“Dasar manusia bodoh, pagi pagi sudah main judi. Masa depanmu benar
benar kelabu.” Kata Tristan dalam hati.
Tersungging senyuman mencibir disudut bibirnya.
Rahuul langsung menyapanya ketika Tristan sudah
berjarak sepuluh meter darinya. Disusul dengan teman temannya yang juga ikut
menyapa secara bersamaan.
“Hai .” kata mereka. Tristan tersenyum dan menjawab dengan kalimat yang
sama.
“Hai selamat pagi malaikat
kecilku.” Kata Rahuul sambil beranjak dari duduknya lalu menghampiri Tristan
dengan gaya premannya. Rahuul Nampak berpakaian lusuh dan kotor dengan bau yang menyengat. Tristan
merasakan bau tak sedap dari tubuh Rahuul ketika merangkulnya. Tetapi Tristan
tetap berusaha tampil tenang dan mengumbar senyuman bersahabat.
‘Ada tugas penting nih
bang tapi ga boleh ada orang lain yang tahu. Cukup kita berdua.” Tristan
berbisik.
Rahuul
terdiam sejenak menatap mata Tristan dengan mimik yang heran.
“Hei tumben ada tugas
untukku. Apa itu?” jawab Rahuul dengan
nada tinggi dank eras hingga membuat teman temannta menoleh. Tristan menyenggol
perut Rahuul dengan sikutnya dan berbisik.
“Sssst jangan keras
keras….ga boleh ada yang tahu.” Kata Tristan lagi. Nampak Rahuul manggut
manggut . Tristan menggapai lengan Rahuul dan mengajaknya untuk menjauhi teman
temannya.
“Kalau abang sampai
memberitahu rencana ini pada orang lain, misi dibatalkan dan abang tidak jadi
dapat keuntungan!” kata Tristan berbisik mencoba memperdaya.
Wajah Rahuul yang biasanya sangar tiba tiba berubah
seperti orang bodoh .Tatapan matanya terlihat bingung dan mulutnya menganga.
Berulangkali digaruknya kepala yang tak gatal.
“Memangnya ada
tugas apa sih Tris?” Tanya Rahuul
Tristan tersenyum dan ditepuk tepuknya bahu Rahuul.
Sesaat mereka saling menatap. Akhirnya Tristan mengajak Rahuul untuk mencari
lokasi yang lebih cocok dan santai untuk bicara. Setelah berjalan beberapa
langkah, Tristan memilih sebuah tempat duduk yang dibuat dari semen yang
dikirinya tumbuh sebuah pohon beringin
tidak terlalu besar tetapi
cukup
nyaman.
Tristan menoleh kanan kiri memastikan bahwa tak ada
orang lain yang akan mendengar pembicaraan mereka berdua. Akhirnya dengan
gamlang dan percaya diri Tristan mulai menceritakan tentang siapa Quinsha dan
apa alasannya mengapa dia membenci wanita kaya itu. Rahuul memperhatikan setiap kata yang dilontarkan Tristan dengan manggut
manggut.
“Lalu aku harus
bagaimana Tris… apa tugasku?” Tanya Rahuul penasaran.
“Tugas abang
sangat mudah. Abang Cuma merayu dan
pujilah tante Quinsha setinggi langit , Tapi gaya abang harus alami jangan
gugup. “ kata Tristan .
“Masa baru kenal
aku harus merayunya Tris , apakah itu tidak berlebihan?” Tanya Rahuul yang
terlihat bersemangat .
“Merayunya nanti ,kalau
sudah lima sampai sepuluh kali kita berkunjung kerumahnya.” Jawab Tristan berbisik. Rahuul manggut manggut tanda mengerti.
Tristan mengatakan bahwa untuk saat ini Rahuul butuh penyesuaian dulu hingga tercapai
suasana yang tak canggung lagi ketika berbicang bincang dengan Quinsha .
Setelah mendapatkan simpati Quinsha , barulah Rahuul
boleh merayunya dengan sejuta kalimat indah. Pada saat itulah Rahuul dituntut
untuk melakukan gerakan gerakan yang sedikit tabu untuk Tristan abadikan dengan kamera
tuktelnya.
Tristan hanya butuh foto foto yang mengarah kearah mesum
hingga pada saatnya yang tepat foto itu
dapat dia perlihatkan kepada ayahnya agar ayahnya membencinya. Tristan sangat
yakin jika ayahnya akan meninggalkan dan melupakan Quinsha yang telah
berselingkuh dengan pria lain lewat jepretan jepretan kameranya.
Rahuul menghela nafas panjang lalu menoleh memandang
wajah Tristan. Ada senyuman nakal dibibir Preman berpakaian lusuh itu.
“Lalu apa imbalan yang
akan kau berikan padaku, jika aku selesai melakukan tugas itu?” Tanya
Rahuul sambil tertawa kecil sambil
menyenggol lengan Tristan dengan sikunya.
“Berhubung aku masih
sekolah dan belum bekerja, aku tak akan memberimu imbalan berupa uang bang.”
Kata Tristan dengan tenang.
“Lho…kalau tidak
pakai uang lalu pakai apa Tris?” Tanya Rahuul dengan nada sedikit naik. Rahuul mulai merasa tak nyaman dengan
perbincanagan mereka. Tristan menatap Rahuul dengan meletakkan jari telunjuk
dikedua bibirnya, memberi tanda agar Rahuul mengecilkan suaranya.
“Aku punya
handphone terbaru yang harganya mahal. Tante itu yang kemarin membelikan aku
sebagai hadiah ulangtahunku bang. Handphone inilah sebagai imbalanmu.” Kata
Tristan sambil memperlihatkan handphone barunya yang dia ambil dari dalam
tasnya.
Rahuul memandang telpon genggam itu dengan tatapan
yang takjub . Dengan gembira Rahuul mengatakan sanggup untuk segera
melaksanakan tugasnya. Tristan ingin misi yang sudah disepakati bersama itu
dijalankan besok, dengan kata lain Rahuul harus menunggunya di persimpangan
jalan tetapi tanpa teman temannya.
Tampak wajah Rahuul gelisah dan berulangkali digaruk
garuknya kepala dan Pandangan matanya tak tentu arah, kekanan kiri ,keatas
bawah dan akhirnya berhenti di mata Tristan yang sedang keheranan melihatnya.
“Abang kenapa …kok
kelihatan gelisah begitu? Apa ragu dengan rencana yang telah kita
sepakati?” Tanya Tristan dengan raut
wajah yang terlihat kesal. Rahuul tersenyum hambar dan terlihat dipaksakan.
Tristan terdiam sambil geleng geleng kepala melihat Rahuul mondar mandir
didepannya dengan wajah yang bingung.
“Kalau abang membatalkan misi
yang sudah kita sepakati, katakana segera ! biar aku secepatnya mencari orang
lain.” Kata Tristan sambil beranjak dari duduknya dan berdiri tegak tepat
didepan Rahuul yang tengah mondar mandir ,Rahuul terkejut dan seketika pula
menghentikan langkahnya .
Tenang
saja…misi tetap jalan.(memandang Tristan dengan sorot mata yang datar dan berkali kali terlihat matanya
mengedip dengan cepat. Nampak gelisah.)
Aku Cuma bingung dengan baju. Aku Cuma punya baju
dua biji, itupun sudah sobek dan luntur warnanya. Maklumlah…gelandangan
jalanan. apa kata tantemu nanti ?” tutur
Rahuul sambil kedua tangannya mencengkram rambutnya sendiri dan memandang
langit.
Mendengar itu Tristan tersenyum, terus tersenyum ,
terus tersenyum dan akhirnya tawanya meledak tanpa bisa dikendalikan lagi. Telunjuk
tangan kananya menunjuk kearah Rahuul
yang Nampak menggaruk garuk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal. Rahuul
terdiam dan memandang Tristan dengan heran. Mulutnya menganga dan sorot matanya
terlihat polos seperti mata anak balita, sorot mata yang bingung bercampur
heran.
Belum habis rasa heran Rahuul tiba tiba Tristan menghentikan tawanya
dan memandang Rahuul yang juga menatapnya. Kini tatapan mata Rahuul kian
terlihat bingung dan seperti orang yang baru bangun dari mimpi buruknya. Dia
merasa semakin tak mengerti mengapa
Tristan tiba tiba berhenti tertawa.
Baru saja Rahuul ingin menanyakan sesuatu tiba
tiba Tristan kembali tertawa, kali ini
terbahak bahak sambil kedua tangannya memegangi perutnya yang terasa sakit
karena tak bisa menahan diri untuk tidak tertawa. Rahuul mengenyitkan dahinya.
Merasa kesal dan merasa telah dipermainkan.
“Kamu menertawakan
apa..? jangan coba coba mempermainkan
aku ya.” Kata Rahuul dengan nada suara yang tinggi.
“Aku tertawa
karena abang lucu. Mondar mandir seperti orang bingung. Wah tak tahunya bingung memikirkan masalah baju. Ha ha ha ha
. ( tertawa lepas ). Tristan menepuk
bahu kanan Rahuul dengan sedikit kencang padahal lelaki itu sebenarnya berusia
enam belastahun darinya, tetapi Rahuul tak merasa tersinggung walaupun sudah
berulangkali Tristan melakukan hal hal yang kurang sopan dan tidak
menghormatinya sebagai seseorang yang seharusnya lebih pantas untuk menjadi
kakaknya. Rahuul menyadari bahwa Tristan adalah tambang uang saat ini ,yang
perlu dipertahankan daripada harus
kehilangan dia karena mempertahankan
harga diri hanya karena tak rela ada anak kecil yang tak menghormatinya.
Tristan merangkul
bahunya dan membisikkan sebuah kalimat yang menerangkan bahwa masalah baju adalah
tanggung jawab Tristan. Besok dia akan membawa beberapa kemeja bagus untuk
Rahuul kenakan , hal inilah yang membuat
hati Rahuul menjadi tenang.
Akhirnya dengan tangan kanan mereka masing masing
saling bertepuk sebagai tanda pembicaraan telah
berakhir dan sama sama telah saling memahami untuk menyetujui strategi
yang sudah mereka atur untuk tugas besok.
Tristanpun berlalu meninggalkan Rahuul. Karena Tristan
merasa sudah terlambat lima belas menit untuk masuk sekolah akhirnya tanpa
pikir panjang lagi dia langsung berlari
kencang kearah gedung sekolahannya yang
hanya berjarak enampuluh meter dari tempatnya berdiri.
Ω Sabtu
malam kelabu dengan tampilan langit tanpa satu
bintangpun. Awan hitam menghiasi langit kota Bogor. Sesekali ada
kilatan halilintar dari kejauhan tapi tanpa suara, kemungkinan sudah turun hujan yang deras ditempat lain yang jaraknya cukup jauh.
Nampak janur kuning berukuran besar dan panjang
indah dihiasi beberapa bunga melati
melengkung disebuah kelokan jalan yang berukuran cukup lebar memiliki
area untuk parkir kendaraan roda empat dan roda dua. Lima puluh meter dari janur kuning itu ada sebuah gedung
pertemuan yang megah dengan ukuran yang tidak terlalu luas dan lebar tetapi dipenuhi
dengan aneka macam hiasan motif lampu berbentuk bintang ,bulat, ,kotak dan sebagainya yang bewarna
warni dan beberapa bunga bunga hidup seperti anggrek, mawar dan bunga lili dibuat indah
sedemikian rupa hingga terlihat kokoh menempel didinding.
Suasana terlihat meriah dan mewah karena para
undangan yang datang didominasi oleh orang orang yang memilki integritas sebagai
Camat dan lurah setempat, ada juga dosen universitas, para dokter dan para para jenderal yang sudah pensiunan.
Pakaian mereka kebanyakan memakai batik tetapi batik
yang mereka kenakan bukan batik sembarangan yang mudah didapat dipasar
tradisional atau pasar malam, tetapi batik asli dan bukan hasil cetakan atau sablonan. Harganyapun mahal , mereka membeli dari gallery terkenal.
Pesta pernikahan itu dalam hitungan jam akhirnya
dipenuhi lautan manusia. Pesta pernikahan yang kabarnya menghabiskan dana
ratusan juta rupiah itu adalah pesta pernikahan anak seorang pensiunan jenderal
bernama Jenderal Mushaby. Seorang jenderal berusia Enam puluh tahun yang
memilki lima anak dimana putra bungsunya adalah teman baik Kenzi yang bernama Panca. Maka dari itu mengapa
Kenzi bisa diundang sebagai penyanyi khusus dipernikahan itu.
Ada rasa kekhawatiran dihati Kenzi dengan kondisi
cuaca mendung yang diyakininya akan segera turun hujan dan membuat kacau acara panggung
dimana setengah jam lagi dirinya akan tampil menyanyi, karena diluar gedung ada
tenda lebar yang juga dipenuhi para tamu undangan yang tak kebagian bangku
didalam gedung. Kondisi tenda merah jambu itu memang kokoh dan indah ,
tetapi suasana ditempat itu akan tetap
kacau ketika hujan datang karena disisi kanan .kiri dan bagian belakangnya sudah
dipastikan akan banyak air hujan yang tampias masuk kedalam apalagi jika
disertai angin yang cukup kencang. Bisa dibayangkan bagaimana para tamu akan
merasa tidak nyaman dalam keadaan itu, ditambah lagi
banyak para tamu yang membawa supir pribadi yang menunggunya diarea parkir yang
jaraknya cukup jauh dari gedung pernikahan yaitu sekitar lima puluh meter.
Sudah bisa dipastikan para tamu akan menemui kesulitan untuk segera berteduh
didalam mobil mereka ketika hujan turun dengan durasi waktu yang cukup lama,
sedangkan undangan yang ada didalam
gedung berjumlah lebih dari enam
ratus orang. Sungguh pemandangan yang
berjubel dan ironi. Bagaimana tidak gedung pernikahan yang megah tapi memiliki
area parkir kendaraan yang jaraknya jauh dan
tempat menampung tamunyapun tidak
terlalu luas.
Kenzi menghela nafas berkali kali dan sesekali
menggigit bibirnya sendiri dan Berulangkali diteguknya teh hangat manis untuk
meredakan rasa gelisahnya gara gara cuaca mendung yang telah mengusik ketenangannya
itu.
Tanpa sengaja dia menoleh dan melihat seorang pria
tamu undangan sedang serius menelepon seseorang, saat itu juga Kenzi teringat
akan Quinsha. Tanpa pikir panjang lagi dirogohnya saku celananya dan mengambil
handphone lalu segera menghubungi wanita yang beberapa menit lalu sempat
terlupa karena dirinya sedang gelisah memikirkan masalah cuaca mendung.
Terdengar suara merdu Quinsha diseberang sana.
Mereka saling menanyakan kabar dan terlibat obrolan panjang tentang Tristan.
Awal mulanya dengan gaya bahasa yang ceria dan Nampak terburu buru Quinsha
menceritakan perubahan sikap Tristan yang membuatnya terharu.
Tak terasa lima belas menit berlalu hingga Seseorang
yang memegang kendali soal alat alat musik terlihat melambaikan tangannya dari balik tirai
panggung yang menandakan bahwa waktunya untuk tampil dipanggung telah tiba.
Akhirnya dengan berat hati Kenzi menyudahi
percakapannya dengan ucapan sayang yang juga dibalas sayang oleh Quinsha.
Ada rasa lega menyelimuti Kenzi manakala melihat
langit mendung belum juga menjatuhkan titik titik airnya. Dia berdoa dalam hati
agar hujan tidak segera turun ketika dia melantunkan lagu lagu pesanan para
tamu undangan dan juga kedua mempelai pengantin yang sejak tadi terlihat
mengumbar senyuman pada semua tamu yang masih terus berdatangan.
Ω Minggu
yang terasa lembab dengan kehangatn yang mencapai 32 derajat Celsius. Tetapi
hawa udara yang biasa dibilang oleh masyarakat Indonesia sebagai udara panas
itu justru sangat menguntungkan bagi
Quinsha yang menyukai kegiatan berkebun.
Kebun dibelakang rumahnya Nampak ditumbuhi berbagai
macam tanaman apotik hidup ,seperti jahe, kunyit, bawang putih dan lengkuas.
Semua tanaman itu selalu mendapat perhatian khusus hanya pada hari minggu saja.
Cuaca cerah membuat Quinsha bersemangat untuk
berkonsentrasi memberi pupuk pada semua tanamannya dan memberikan asupan air
dengan selang yang dicolokkan pada kran air yang letaknya tak jauh dari
tempatnya menyimpan pupuk.
Dua puluh lima menit berlalu , Quinsha makin serius
berteman dengan tanamannya dan tak menyadari kehadiran mbok surti, asisten
rumah tangganya yang sejak tadi berdiri disampingnya.
Beberapa detik kemudian Quinsha menghentikan
kesibukannya menabur butiran pupuk urea ketika mulai merasakan ada seseorang
berdiri disampingnya. Perlahan menoleh.
“Mbok Surti……? Katanaaya mau kemini market pesan tiket
kereta untuk pulang mudik?” Tanya Quinsha sambil tersenyum.
“Ini saya baru
pulang dari mini market nyonya.(tersenyum sejenak), saya sudah pesan tiketnya.”
Jawab Mbok Surti dengan gayanya yang kenes dan lincah.
Wah ternyata mbok
sudah dari sana ya…aku kira masih sibuk masak didapur”. Kata Quinsha tersenyum.
“Lho neng Quinsha
ini bagaimana toh , sebelumnya saya sudah minta ijin sama eneng kok untuk pergi sebentar ke mini market. Neng
sendiri yang mengijinkan. Masa begitu saja lupa toh ?” kata mbok Surti dengan mata yang terbuka
lebar. Wajah lugunya terlihat lucu.
Maaf mbok…mungkin
tadi keasyikan mengurus tanaman hingga aku lupa dengan permohonan ijin mbok
untuk pergi pesan tiket ke mini market.” Kata Quinsha sambil memeluk wanita
renta yang sudah dianggapnya sebagai
ibunya itu .Nampak masih sehat dan kenes.
Mbok Surti tersenyum dan membalas pelukan majikannya
dengan hangat dan mata berkaca kaca. Dia merasa Quinsha adalah majikan yang
paling mengerti dengan keadaannya dan
selalu mau berbagi keluh kesah tanpa ada perasaan jika mereka memiliki
perbedaan status social yang sangat mencolok.
Sifat Quinsha yang membuatnya merasa nyaman adalah ,
dimana selalu mencari mbok Surti sebagai sandaran hati ketika ada masalah yang sulit dia pecahkan
sendiri. Quinsha menganggap dirinya
adalah ibu angkatnya . Mata mbok Surti terkadang tak mampu menahan debit air
mata yang siap meluap jatuh membasahi pipi manakala teringat Quinsha selalu
mengatakan bahwa dia adalah ibu angkatnya kepada semua tetangga atau temannya
yang tanpa sengaja bertemu di supermarket atau temapt lain.
“Mbok Surti kapan pulang
mudiknya?” Tanya Quinsha sambil memandang
lembut.
“Lusa neng
pulangnya. keretanya berangkat tepat pukul enambelas sore. Stasiun
keretanya di Stasiun Gambir Jakarta pusat .” kata Mbok Surti .
Quinsha manggut manggut sambil bibirnya monyong
kedepan dengan mata yang membelalak lucu. Dengan cepat jemari mbok Surti
mencubit bibir itu dengan gemas. Keduanya tertawa. Quinsha mengatakan akan
menemani mbok Surti ke Stasiun Kereta Gambir Jakarta hingga keretanya datang
dan berangkat menuju Stasiun Pasar Turi Surabaya.
Ting tung ting tung.
terdengar bel berbunyi dan
seketika itu pula menghentikan canda tawa mereka. Mbok Surti langsung berlari
menuju pintu utama untuk memastikan siapa gerangan yang datang. Sedangkan Quinsha melanjutkan kembali
kesibukannya mengurusi tanamannya.
Mbok Surti mengamati wajah Tristan dan Rahuul sesaat
setelah membuka pintu ruang tamu. Kedua pemuda yang berpakaian rapih dan harum
karena semprotan parfum itu tersenyum. Mbok Surti bertanya tentang siapa dan
maksud apa mereka datang. Setelah Tristan memperkenalkan diri barulah Mbok Surti
manggut manggut, karena dia baru ingat
jika majikannya pernah membicarakan tentang Tristan dan ayahnya berulang ulang sambil minum kopi.
Setelah mbok Surti merasa yakin dengan perasaannya,
dia mempersilahkan kedua pemuda itu masuk dan
duduk diruang tamu. Mbok Surti melangkah menuju kebun belakang rumah
untuk memberitahukan pada Quinsha.
Beberapa menit kemudian Quinsha muncul dengan
senyuman bahagia diwajahnya. Tristan menyambutnya dengan mencium tangannya
sebagai tanda hormat, setelah itu
Tristan spontan menyentuh
pinggang Rahuul dengan sikut tangannya memberi tanda agar Rahuul juga ikut
menyalami Quinsha.
Tristan lalu menceritakan siapa Rahuul sebenarnya.
Tristan mengatakan dengan gambling bahwa Rahuul adalah sahabat yang sudah duduk
dibangku kuliah. Dia mengajak serta Rahuul karena hanya Rahuulah yang dapat dia
percaya .
Dua jam sudah Quinsha, Tristan dan Rahuul terlibat
perbincangan seru, tentang hobi masing masing
sampai makanan dan tempat travel favorit.
Berabagai kisah lucupun
Hingga akhirnya Quinsha mengajak mereka untuk makan
siang bersama dengan beberapa lauk masakan khas jawa timuran hasil karya mbok
Surti.
Siang itu rahuul masih terlihat malu malu dan gugup
jika Quinsha menanyakan sesuatu yang sebenarnya membuatnya bingung untuk
menutupinya dengan kebongongan ,berupa kata kata yang dirancang sedemikian rupa
agar terkesan seperti kenyataan.
Rahuul merasa serba salah ketika Quinsha menanyakan
sudah semester berapa dan mengambil jurusan apa dikampusnya. Rahuul menelan
ludah karena gugup dan wajahnya Nampak
tegang karena dirinya sama sekali tidak paham apa yang harus dia jawab.
Sebelum wajahnya benar benar berubah terlihat seperti
orang bodoh, Tristan langsung menjawab.
“Dia kuliah di akademi bahasa asing jurusan inggris . semester empat
tante.” Kata Tristan mencoba menerangkan dengan mencoba tetap tenang dan santai
dan banyak senyum, sesekali menyenggol lengan Rahuul yang nampak gelisah karena
terlihat tak bisa duduk dengan tenang, selalu mengubah posisi duduknya, Kadang
bersandar, kadang maju kedepan, kadang pula menyilangkan kedua tangannya
didadanya.
Tristan menolehnya dan memasang wajah garang dengan mata melotot. Sambil berbisik
“Santai saja, tak perlu gugup seperti anak ayam kehilangan induknya begitu.” Katanya
dengan mengedipkan kedua matanya sebagai
tanda peringatan akan rasa kecewanya.
Quinsha yang mengetahui kegugupan Rahuul justru
tertawa dan memakluminya karena mereka baru saja saling kenal.
Walaupun Rahuul jarang bicara dan terlalu mencolok
terlihat gugup dan tak tahu harus bagaimana menjawab setiap pertanyaannya
tetapi kenyataannya pemuda itu mampu
bersikap sopan, cenderung lugu dan tanpa
gerak gerik yang mencurigakan, hal itu cukup membuat Quinsha merasa nyaman
dengan kehadirannya.
Walaupun Rahuul seorang preman yang kerab terlibat dengan
berbagai macam kejahatan dijalanan tetapi dia merasa kesulitan jika harus
merangkai kata kata bohong yang harus terlihat seperti nyata pernah terjadi. Dia
mengakui dalam hartinya bahwa Tristan jauh lebih pandai untuk berbohong
ketimbang dirinya yang justru sudah bertahun tahun melalang buana dengan kejamnya ibukota. Jauh
dilubuk hatinya Rahuul menilai Tristan sangat jenius dalam bermain kata kata
dengan segala tipu muslihatnya.
Rahuul
tertunduk terdiam dan tak
menghiraukan Tristan yang masih berbincang bincang penuh tawa dengan Quinsha,
Rahuul merasakan berjuta kepalsuan yang telah dilakukan Tristan dibalik semua
sikap sopannya. Sejenak dia menghela nafas dan
teringat akan rencana Tristan
yang menyuruhnya untuk mendekati Quinsha
secara perlahan lahan sampai dia
bisa melakukan tindakan tidak
senonoh terhadapnya hingga
Tristan punya sudut yang terbaik
untuk mengambil foto mereka
Foto itu akan digunakannya sebagai alibi ke ayahnya
bahwa Quinsha adalah seorang wanita yang telah berselingkuh dan tak pantas
untuk menjadi ibunya.
Baginya pribadi, Tristan punya nyali yang lebih berbahaya
daripada dirinya yang kenyataannya
hanya lihai dalam hal menjambret dan
mencopet barang milik orang lain. Tetapi apa yang telah dia lakukan itu
tanpa melibatkan bait bait kalimat penuh
dusta pada semua korbannya. Dia hanya melakukannya dengan cepat dan spontan. Itu saja. Semua yang dilakukannya hanya untuk
bertahan hidup. Untuk sesuap nasi. Sedangkan Tristan melakukan kejahatan batin untuk menyingkirkan orang yang dia anggap
sebagai penghalang hidupnya dengan cara
memfitnah
“Ftnah lebih kejam dari
pembunuhan bahkan lebih keji dari perbuatan mencopet.” Kata Rahuul dalam
hati. Wajahnya muram memandang lantai keramik putih . Bahunya
terguncang. Dia terkejut ketika Tristan menepuk bahunya .
“ Benar kan Rahuul…?” tanya Tristan sambil tertawa. Quinsha juga
tertawa. Rahuul kebingungan karena tak tahu apa yang telah mereka bicarakan
sehingga keduanya tertawa. Sedangkan Tristan mengejutkannya dengan pertanyaan
yang sulit untuk dia jawab. Wajahnya lagi lagi gugup dan terlihat seperti anak
kecil yang tersesat karena kehilangan orangtuanya.
Tristan merangkul bahunya dan meremasnya lalu
menepuk nepuknya dengan rasa geram. Dia tahu jika sejak tadi rahuul
hanya terlihat diam melamun dan tak memberi sikap berpura pura sebagai pemuda yang
supel dengan berjuta kata kata pujian
terhadap Quinsha. Tristan geleng geleng kepala karena merasa semuanya tak
berjalan sesuai dengan rencana.
Disaat rasa kesalnya belum hilang tiba tiba Quinsha
mendekati Rahuul dan menepuk lembut bahunya. Tristan terdiam dan merasa
khawatir jika Quinsha akan menegur rahuul dan akhirnya tak bersimpati
sedikitpun.
“Rahuul , Tante lihat sejak
tadi kamu jarang bicara dan kelihatan
gugup . ada apa?” Tanya Quinsha dengan suara yang lembut. Rahuul berkali kali
tertunduk dan tersenyum malu.
“Saya bukan gugup tante.
Saya Cuma takjub melihat rumah ini sangat bagus dan luas.”
Jawab Rahuul mencoba tenang.
Ada senyuman
yang tersungging disudut bibir Tristan. Dia merasa itu adalah awal permualaan bahwa Rahuul mulai mendapatkan
ide gombal dalam merangkai kata kata
indah.
Tetapi sebenarnya yang dikatakan Rahuul sesuai
dengan apa yang dia lihat yaitu dia benar benar kagum dengan kediaman Quinsha
yang megah dan mewah. Baru kali ini dia memasuki sebuah rumah yang mewah
denagn perabotan yang mewah pula.
Sebenarnya apa yanag diucapkan Rahuul adalah sebuah kebenaran dan Quinsha dapat
merasakan dan melihat kejujuran itu, sedangkan Tristan justru menganggap kata
kata Rahuul hanya membual sekedar untuk mengambil hati Quinsha saja.
Ω Hari berganti hari , tak terasa sudah
hampir seminggu Tristan dan Rahuul masih
konsisten dengan rencananya untuk menggulingkan Quinsha.
Rahuul sudah
mempunyai rasa percaya diri yang cukup untuk mendekati Quinsha tanpa adanya
Tristan disampingnya. Rahuul merasa dirinya lebih memiliki sifat romantis
alami yang spontan ketimbang Tristan
yang cenderung pandai merangkai kata kata indah bagaikan puisi dan itu
terdengar terlalu berlebihan dan palsu.
Selama menjalin tali persahabatan dengan Rahuul,
sampai detik inipun belum ada sikapnya yang membuat Quinsha curiga , hingga
suatu hari Rahuul memberanikan diri untuk mengajak jalan jalan lalau makan
siang disebuah rumah makan tradisional yang menyajikan masakan sunda kesukaan.
Ternyata gayung bersambut. Quinsha menerima tawarannnya untuk makan siang
bersama sekaligus boncang bincang tentang apa saja. Dan yang tak terduga oleh
Rahuul, ternyata Quinsha sangat menyukai masakan sunda yang diakuinya sebagai
kuliner favorit.
Waktu seminggu adalah waktu yang singkat bagi
seseorang untuk mampu mengutarakan isi hati tentang perasaan cinta. Tetapi bagi
Rahuul taka da yang mustahil didunia ini.
Dengan rasa percaya diri dia mengatakan rasa
kagumnya terhadap Quinsha yang nyata terlihat sebagai wanita mandiri yang
cerdas dan tidak pernah mengeluh akan kesibukkannya dalam berkarir yang sudah
pasti menyita banyak waktu dan energy setiap harinya.
Rasa kekagumannya itu perlahan membuat Quinsha
semakin bersimpati dan menganggap Rahuul sebagai sahabat yang santun yang bisa
menjadi pendengar yang baik akan semua keluhan keluhannya ketika berada pada
situasi yang membuatnya resah, misalnya tentang bertumpuknya tugas dari
perusahaan dan dia merasa kesibukan
kerjanya yang tak sesuai dengan kurangnya jedah istirahat yang dia dapat setiap
harinya. Quinsha mengaku hanya bisa beristirahat kurang dari enam jam, dan itu
sangat mempengaruhi kesehatan mental dan fisiknya secara tidak langsung.
Dirumah makan sunda mereka sudah berjam jam terlihat
obrolan yang menyenangkan. Mereka tertawa bersama. Mereka bicara hal hal yang
lucu juga. Quinsha tidak menyadari jika sejak tadi Tristan sudah menguntitnya
dan bersembunyi dibalik rindangnya pohon penghias taman yang berjarak tak jauh
dari mereka.
Sudah puluhan kali Tristan berhasil memotret
keromantisan mereka dengan kamera tukstel miliknya yang sebenarnya adalah
pemberian dari Quinsha.
Tristan memang beruntung mendapatkan calon ibu tiri
yang tidak pelit, yang menuruti apapun yang dia mau. Sudah banyak barang mewah
yang Tristan miliki karena Quinsha menyanggupinya.
Hal itu dilakukannya karena memang Quinsha sungguh
sungguh menyayangi Tristan. Seperti handphone mahal, sepatu mahal, tas mahal,
kamera foto mahal dan jam tangan mahal
bertahta kan emas delapan karat asli buatan London.
Tapi segala pemberian itu tidak sepadan dengan
prilaku Tristan yang sebenarnya ingin menyingkirkannya dari kehidupan sang
ayah. Kebaikan dibalas dengan keburukan, sungguh ironi.
Detik detik menuju kehancuran Quinsha dia rasakan
tinggal menunggu waktu saja. Dia merasa bangga karena telah berhasil memotret
beberapa adegan yang cukup bisa membuat ayahnya berpaling dari wanita itu.
Beberapa foto hasil jepretannya dia lakukan pertama
adalah ketika Quinsha berjalan jalan dengan Rahuul disebuah taman kota. Duduk
berjejer rapat dibangku tamat dan saling memandang mesra, padahal kejadian yang
sebenarnya mereka hanya sedang ngobrol
penuh guyonan dan tak terjadi apa apa.
Mereka sedang membahas tentang Kenzi , ayah Tristan yang telah mencuri
hatinya.
Rahuul mendukungnya dan bahkan mendoakan semoga
hubungan mereka secepatnya berakhir dipelaminan tanpa harus pedulikan orang
lain atau kerabat yang mungkin tidak
menyukai mereka.
Sebenarnya kata kata itu dia tujukan khusus pada Tristan.
Hanya saja Quinsha tidak mengetahui maksud dari ucapan tersebut.
Selain adegan
jalan jalan mereka ditaman, Tristan perlahan lahan terus menguntit mereka
hingga mereka melangkah kearah sebuah rumah makan lesehan Sunda.
Dirumah makan lesehan itu Quinsha dan Rahuul akan
makan siang bersama hingga pada akhirnya
adegan adegan romantise mereka terlihat begitu alami dan seperti nyata.
Bahkan adegan suap suapan mereka itu sudah
berhasil Tristan abadikan dikameranya dengan jepretan jepretan terbaiknya
dari sudut yang porposional, yaitu sudut dimana pengambilan gambarnya sangat
sempurna dan jelas.
Adegan suap suapan itu sebenarnya tak seperti yang terlihat
dari luarnya, sebenarnya bukan saling menyuap, kejadian yang sebenarnya adalah Rahuul
hanya bercanda saja mengulurkan sendok berisi sayur pada mulut Quinsha ,dan
herannya Quinsha justru merespon bercandaan itu dengan sungguh sungguh
menyantap makanan itu.
Quinsha hanya menganggap Rahuul tak lebih dari
seorang adik. Dia bahkan pernah melamun
seandainya dia punya adik, mungkin sama usianya dengan Rahuul.
Ketika Rahuul merangkul bahu Quinsha ditengah tengah
guyonannya, Tristanpun dengana cepat tak menyia siakan moment langka itu dengan
memotretnya.
Rahuul mengetahui keberadaan Tristan tetapi dia
berusaha tidak mengindahkannya. Dia tak mau kehadiran Tristan mengganggu
fikirannya lalu mempengaruhi sikap santun alaminya menjadi berubah gugup.
Yang ada dalam fikiran Rahuul saat ini adalah ingin
secepatnya mendapatkan handphone yang dijanjikan Tristan sebagai imbalannya .
Tetapi keberhasilannya mengambil hati Quinsha adalah
bukan disengaja atau dibuat buat. Keakraban mereka terjalin secara alami,
spontan dan apa adanya. Rahuul sebenarnya kasihan pada Quinsha karena telah
masuk dalam lingkaran rencana keji Tristan yang sangat tidak menginginkan
dirinya untuk menjadi ibu tirinya.
Sebentar lagi tugasnya mendekati Quinsha akan
berakhir karena Tristan sudah memiliki foto foto rekayasa yang penuh mengandung
fitnah yang secara langsung melibatkan dirinya sebagai kambing hitam. Sedangkan
Tristan bekerja dibalik layar yang sama sekali tak melibatkan fisiknya bahkan
bayangannya sekalipun untuk cerita
yang penuh tipu muslihat ini.
Tetapi perasaan persahabatannya dengan Quinsha , Rahuul merasakan adalah nyata dan murni.
Tristan berjalan sambil menunduk . perlahan lahan
dan sesekali berhenti untuk memastikan posisi
terbaik mereka berdua untuk dipotret. Sepertinya dia masih belum puas akan foto foto yang sudah
dimilikinya. Dia masih ingin memotret
lagi, lagi dan lagi.
Ω Bintang café terlihat masih senyap.
Belum ada satu pengunjung pun yang
datang. Padahal jarum sudah menunjukkan pukul
18.30 . Biasanya pukul 18.00 pengunjung sudah memadati café yang justru belum dihibur dengan suara merdu satu
penyanyipun.
Nampak Kenzi sedang duduk disebuah bangku disudut
ruangan diatas panggung disamping sebuah alat musik keyboard . Dia sedang asik
bertelepon ria dengan Quinsha yang sedang sibuk membuat bolu kukus diseberang
sana.
Dua puluh menit kemudian mereka pun mengakhiri
percakapan dengan sama sama mengatakan kata sayang.
Dari arah depan datang seorang waitress membawa
sebuah amplop besar warna cokelat dan diberikannya pada Kenzi.
“Apa ini mbak?” Tanya Kenzi
sambil membolak balikan amplop yang tak ada nama pengirimnya itu .
“Saya tidak tahu mas. Saya Cuma disuruh seorang laki laki menyerahkan ini
pada mas Kenzi, katanya dokumen rahasia.
Maaf mas, saya harus kembali bekerja.”
Kata sang waitress sambil berlalu.
Kenzi yang merasa penasaran mengejar waitress itu dan menepuk bahunya dari
belakang.
“Mbak , yang mengirim
amplop ini siapa namanya?” Tanya Kenzi.
“Maaf mas, saya tidak
tahu . dia Cuma bilang katanya Cuma ingin menolong mas agar tak tertipu.” Jawab
waitress dengan perlahan . Waitress itupun berlalau sedangkan Kenzi masih
berdiri terdiam mematung. Mencoba menebak siapa gerangan yang telah mengirimkan
amplop tersebut.
Kenzi geleng geleng kepala sambil memandangi amplop
cokelat yang ada dalam genggamannya. Dia mengira ngira apa sebenarnya yang ada
didalamnnya. Karena tak juga menemukan jawabannya, akhirnya Kenzi melangkah
kembali ketempat dimana tadi dia duduk.
Perlahan lahan dibukanya amplop misterius itu dan dia menemukan ada beberapa
lembar foto.
Ada lima belas lembar foto ukuran kartu pos.
Semuanya gambar mesra Quinsha bersama Rahuul.
Kenzi terpana dan perlahan lahan dilihatnya satu
persatu foto itu dengan seksama. Perasaannya mulai berkecamuk tak karuan ,terbukti ketika datang seorang temannya yang seorang drummer menanyakan soal
judul lagu lagu yang akan dinyanyikan, Kenzi membentaknya dan spontan mengusirnya.
Perasaannya sudah terpengaruh dengan perwujudan pose
pose menyakitkan yang dia lihat . Ada lima lembar lagi yang belum dilihatnya
tetapi api cemburunya sudah terlebih dahulu membakarnya.
Dari kejauhan
Tristan menyaksikan respon ayahnya dan dia tersenyum. Hati nya merasa lega rencananya berakhir
manis. Dengan senyum yang masih tersungging dibibirnya Tristan menelpona Rahuul dan
memberitahukan respon ayahnya.
Di tempat
lain Rahuul justru mengalami ketakutan sesaat setelah menerima kabar
itu. Dia takut Kenzi akan mencarinya dan menghadiahkan sebuah bogem bertubi
tubi. Rahuul merasa masih punya hutang budi pada Kenzi yang justru dibayarnya
lewat penghianatan yang sengaja dilakukannya atas perintah Tristan.
Rahuul merasa
keselamatan jiwanya terancam. Dia berencana ingin pergi sejauh mungkin dari tempat biasa dia mangkal
nongkrong bersama teman temannya. Tetapi kemana?
Rahuul merasa
tak punya saudara yang bisa dijadikan tempat persembunyian. Semua kerabatnya
sudah tak mengakuinya sebagai family mereka sejak dirinya terlibat kejahatan
jalanan berupa penjambretan yang di iringi dengan pemukulan yang tidak sengaja telah membuat korban meninggal dunia dengan luka luka lebam
dan gegar otak parah. Itulah yang membuatnya dipenjara lima
tahun lamanya ditahun 2000 silam.
Karena alasan itulah tak ada satupun
kerabat familinya yang sudi menerimanya.
Waktu meluncur
tanpa ada yang bisa menghalanginya. Malam makin
larut dan pengunjung café terlihat tidak
begitu banyak yang datang kali ini, mungkin dikarenakan banyak yang memilih
untuk tetap berada dirumah bersama keluarga. Kenzi tak terlalu mempermasalahkan sepinya
pengunjung di tanggal tua setiap bulannya. Dia tahu jika para pengunjung
kehabiasan uang untuk bersenang senang sedangkan terima gaji mereka masih harus menunggu beberapa hari lagi.
Tak ada sesuatu yang indah yang bisa dirasakan Kenzi malam itu selain perasaan
marah, kecewa dan sedih menjadi satu.
Malam terasa begitu menyakitkan baginya ketika harus
menyanyikan lagu satu persatu yang semuanya bertemakan kebahagiaan. Lagu itu
sangat bertolak belakang dengan apa yang sedang berkecamuk dihatinya saat ini.
Pikirannya berkelana memikirkan Quinsha yang diam
diam telah berselingkuh dibelakangnya hingga pada lagunya yang terakhir dia
nyanyikan menjadi lupa syair yang akhirnya benar benar tak bisa
melanjutkan bernyanyi lagi. Kenzi benar
benar hilang konsentrasi dan tak bisa bernyanyi dengan baik. Hal ini mengakibatkan beberapa pengunjung café melemparkan botol plastik minuman
melampiaskan kekecewaannya.
Beberapa pengunjung merasa kesal karena lagu
terakhir tersebut adalah lagu permintaan
mereka yang sudah di tunggu tunggu
sejak satu jam sebelumnya.
Ω Petang
pukul 17.30 wib. Quinsha memacu mobilnya
dengan mulus tanpat. Kali ini dia senang karena tidak terjebak macet seperti
hari hari biasanya. Dari tempat kerjanya menuju rumah yang biasanya tiba pada
pukul 18.00 hari ini dia menghemat waktu
hanya setengah jam.
Dia memarkir mobilnya tepat di samping gerbang rumahnya. Wajahnya tersenyum lebar
ketika melihat Kenzi berdiri
tepat didepan gerbang rumahnya.
Quinsha turun dari mobilnya dan berjalan setengah
berlari menuju Kenzi yang wajahnya Nampak cemberut.
“ Mas kenzi……wah,
tumben sore sore datang kesini…?”
Quinsha menyapanya dengan senyuman manisnya .
Kenzi diam saja tak merespon . Dipandangnya wajah
kekasihnya dengan tatapan yang lesu.
“Ada apa
mas…? Kenapa kamu kelihatan muram begitu?’ tanya Quinsha
terheran heran. Kenzi mengalihkan pandangannya kearah mobil Quinsha dan tatapan matanya menyelidik kearah dalam mobil.
mencari sesuatu.
“Pacar barumu
mana…tidak ikut ?” Tanya Kenzi dengan suara yang datar dan nampak tenang.
Quinsha mengenyitkan dahinya karena
merasa tak mengerti maksud dari pertanyaan Kenzi.
“Kamu ini
bicara apa sih mas..?” pacar aku kan Cuma kamu.” Jawab Quinsha sambil merangkul
manja lengan kekasihnya.
“Aku memang
orang miskin tetapi bukan berarti bisa kamu permainkan begini Quinsha!” kata
Kenzi dengan nada suara yang masih lembut. Perlahan digapainya jemari Quinsha
dan menariknya lembut dari rangkulan manjanya.
“Apa
maksudmu mas…aku tidak mengerti.” Jawab Quinsha dengan raut wajah yang yang
dipenuhi rasa heran. Belum sempat
kekasihnya menjawab, Quinsha membuka gembok pintu gerbang lalu menggandeng
tangan kanan Kenzi dengan sedikit
memaksa untuk diajaknya duduk bicara diruang tamu.. Awalnya Kenzi mencoba tidak ingin bergeming dari
berdirinya tetapi berkali kali Quinsha menarik tangannya dengan kuat akhirnya
Kenzi tak bisa menolaknya.
‘kita
bicara diruang tamu saja. Kurang baik dilihat orang bicara diluar gerbang
rumah, karena cara orang berasumsi itu
berbeda beda,” kata Quinsha . Kata kata
bijak itulah yang membuat Kenzi menuruti permintaan Quinsha.
Sesampainya diruang tamu dan duduk dengan posisi
bermalas malasan, Kenzi menutp wajahnya lalu menghela nafas panjang. Quinsha
memperhatikannya dengan rasa heran yang makin menebal.
“ Sekarang jelaskan , sebenarnya apa yang telah terjadi?” kata Quinsha.
“Justru
seharusnya kamu yang menjelaskan , apa yang telah terjadi pada dirimu hingga
tega teganya bermain api dibelakangku.” Jawab Kenzi ,berusaha tetap mempertahankan
nada suara yang lembut walaupun hatinya sedang terbakar api cemburu.
“Kalau
memang selama ini kau tak merasa bahagia denganku dan ingin mencari laki laki
lain, seharusnya kamu berterus terang dan jujur. Dengan begitu hatiku tidak
sesakit ini.” Kata Kenzi.
“Tunggu..
tunggu. (terdiam sesaat ) kamu berfikir aku selingkuh ya mas? Biarpun aku wanita yang sudah tua dan mungkin
orang menilai lebih pantas menjadi kakak
kamu , tapi aku punya harga diri yang tidak perlu kamu ragukan. Kata Quinsha
mencoba meyakinkan kekasihnya.
Kenzi menoleh memandang mata Quinsha dengan senyuman
datar yang terlihat dipaksakan.
“Sudahlah .
Tidak perlu bersandiwa. Bicara ngalor ngidul mencoba menipuku. Berterus terang
sajalah kalau kamu memang mencintai laki laki lain. Berterusteranglah dengan hati yang ikhlas itu lebih baik, agar aku tahu semuanya dan
urusan yang membuatku hampir gila ini
cepat selesai.” Kata Kenzi dengan suara agak meninggi.
“Aku
berselingkuh dengan siapa mas….punya niat saja aku tidak.” Kata Quinsha
“Kenapa
harus bertanya? kamu sendiri yang lebih tahu berselingkuh dengan siapa. (geleng
geleng kepala)
“Memang
benar kata orang, mana ada maling yang mengaku.” Kata Kenzi sambil mengambi sebuah amplop
cokelat didalam tasnya lalu melemparkannya ke atas meja. Quinsha melihat amplop
itu dengan tatapan mata yang bingung.
“Apa itu mas?” Tanya Quinsha . Kenzi terdiam sesaat lalu memandang
Quinsha dan menyuruhnya untuk segera membuka amplop
cokelat itu. Perlahan Quinsha meraih amplop
itu dan membukanya. Dalam keadaan masih bingung dikeluarkannya beberapa foto dirinya sedang berduaan dengan Rahuul. Satu persatu dilihatnya dengan tanagan
gemetaran. Quinsha terkejut. Matanya terbelalak.
Jantungnya berdegub kencang.
“Dari mana kau dapatkan foto foto ini
mas…tanya Quinsha penasaran.
“Aku tidak
tahu siapa yang telah mengirimkan foto ini. Aku dapat dari seorang waitress
dicafe yang katanya seseorang telah memberiamplop itu untuk diberikan
padaku.” Kata Kenzi lesu
“Ini fitnah mas. Ini bohong
. Pasti ada seseorang yang sengaja berniat ingin
memisahkan kita.” Kata Quinsha dengan
nada suara yang terbata bata . matanya Nampak berkaca kaca. Dia tak percaya dengan foto foto yang telah dia
lihat.
“Fitnah
apanya…? aku justru ingin berterimakasih
pada seseorang yang telah membuka kebenaran ini, jadinya aku tidak berlarut larut hidup dalam
kebohonganmu.” Kata Kenzi dengan nada
suara tinggi dan wajah yang memerah menahan emosi.
“Ini benar benar fitnah mas…aku tidak berselingkuh
dengan siapapun.” Kata Quinsha dengan nada suara yang tak kalah meninggi .
Quinsha menangis tak bisa menahan kesedihan hatinya.
“ foto
itu sudah lebih dari cukup untuk mengungkapkan kebohongan kamu. Sudah ada
buktinya didepan mata, masih juga kamu tidak mengakuinya. Tidak tahu
malu!” kata Kenzi berteriak. Quinsha terkejut sambil sesenggukan diantara
tangisnya.
“Semua
pose yang ada difoto ini tidak
seperti apa yang kamu kira. foto ini penuh dengan rekayasa.” Kata Quinsha lagi sambil kedua
tangannya memegang foto foto yang sejak
tadi menjadi akar dari pertengkaran mereka.
“Seharusnya kamu malu, karena kamu jatuh cinta dengan Rahuul, teman anakku sendiri.” Kata Kenzi
dengan nafas yang tersengal sengal mencoba mempertahankan emosinya agar tetap
stabil.
“Rahuul itu seorang preman jalanan
yang sehari harinya mencopet dan
menjambret . Bahkan dulu dia
pernah menodong anakku setiap pulang sekolah. Hanya saja sekarang sudah tak
pernah lagi menyakiti anakku karena dia tahu diri . tahu diri punya hutang
nyawa denganku .Dia itu pernah aku
tolong berobat kerumah sakit ketika dia sekarat karena ditabrak mobil.” Kata Kenzi
mencoba menjelaskan siapa sebenarnya Rahuul.
Quinsha menangis
dan terus mengucapka kata kata bahwa dia tidak berselingkuh dengan
Rahuul yang telah dianggapnya sebagai sahabatnya dan Quinshapun mengatakan jika
dia mengenal Rahuul karena Tristanlah yang
memperkenalkan mereka.
Rahuul mencibir
lalu tertawa terkekeh kekeh merasa tak percaya dengan pengakuan Quinsha yang
kini diakuinya sebagai wanita penipu.
Quinsha menangis
sejadi jadinya ketika Kenzi mengatakan bahwa dirinya tak lebih dari seorang
wanita nakal yang mudah ditemui
dipinggir jalan.
Kenzi beranjak dari duduknya dan menagatakan bahwa
hubungan mereka sudah berakhir. Quinsha
mencoba mengejar Kenzi dan menggapai lengannya berusaha menghalangi
kepergiannya.
“Aku tidak
berselingkuh dengan siapapun mas…aku tidak bohong.” Kata Quinsha diantara isak
tangisnya. Kenzi mencoba melepaskan rangkulan tangan Quinsha
pada lengannyam tetapi Quinsha mencoba
memegang lengan itu dengan sekuat tenaga agar kekasihnya itu tak meninggalakannya.
“Jangan pergi mas….
Jangan tinggalkan aku.” Kata Quinsha terisak pilu. Wajahnya memerah dan basah dengan air matanya.
“Aku tidak bisa
hidup dengan wanita yang tidak setia. Mungkin lebih baik kita berteman saja
(Terdiam sesaat dengan wajah yang sedih)
matanya mulai berkaca kaca
berusaha melepaskan rangkulan Quinsha pada bahunya.
“Mungkin kita
memang ditakdirkan bukan untuk berjodoh. Kita ditakdirkan hanya untuk menjadi
teman.” Kata Kenzi lagi dengan terbata bata.
Kali ini dia tak sanggup lagi menahan air matanaya untuk tidak
keluar. Airmata akhirnya jatuh membasahi kediua pipinya. Dia berusaha
tidak memandang Quinsha, agar dia bisa menyembunyikan air mata sedihnya itu.
‘Percayalah mas,
aku tidak berselingkuh. Aku sangat menyayangimu.” Kata Quinsha . bahunya Nampak
turun naik. Sesenggukan diantara isak tangisnya.
“Aku tak pernah bosan memohon pada tuhan, agar
hubungan kita selalu baik dan tak ada masalah.
Aku mencintaimu sungguh sungguh
karena aku merasa kau adalah pilihan terbaikku untuk kujadikan seseorang yang
bisa menemaniku sampai aku mati. Tetapi
kini aku merasa doaku itu tak ada gunanya.” Kenzi menangis
dan akhirnya tak bisa menahan rasa sedihnya yang mendalam. Bahunya turun naik
dan sesekali terdengar desahan pilunya
diantara isak tangisnya.
‘Demi tuhan aku
tidak berselingkuh dengan siapapun mas… aku tidak bisa mencintai orang
lain selain dirimu. (terisak sambil mencium
lengan kekasihnya yang terbungkus kemeja lengan panjangnya.)
“Aku rela tuhan
memberi hukuman apapun padaku jika
memang aku telah menghianati cintamu mas.”
Kata Quinsha lagi.
Kenzi menoleh dan memandangnya Quinsha yang sedang
menatapnya dengan mata yang sembab . rmata mereka sama sama berlinang. Sama
sama merasakan hati yang hancur. Sama
sama merasa tak ingin melanjutkan kehidupan ini lagi
jika memang mereka harus berpisah.
“Biarkan aku pergi Quinsha. Hatiku benar benar tersiksa dan aku tak
akan sanggup menahan rasa sakit ini jika harus berlama lama disini.” Kata
Kenzi sambil tangan kirinya memaksa
membuka cengkraman tangan Quinsha pada bahunya kanannya.
“Sebelum kita
berpisah. Tolong maafkan segala
kesalahanku selama ini yang mungkin pernah tidak sengaja aku lakukan. Terimakasih , karena selama ini kehadiranmu membuatku merasa seakan hidup untuk
selamanya, walaupun pada kenyataannya kini kau mencintai orang lain.” Kenzi
terisak dan matanya terus
memandang Quinsha.
“Selamat
tinggal Quinshaku yang cantik….Quinshaku yang…
(Tiba tiba tak bisa melanjutkan kata katanya karena tak sanggup lagi
menahan rasa sedihnya)
Quinsha menangis sejadi jadinya sambil terus mencoba
memperkuat cengkeramannya. Dia tidak ingin laki laki yang telah membuat
hidupnya merasa berharga itu harus pergi
untuk selamanya.
Tapi bagaimanapun juga, Kenzi adalah seorang laki
laki bertubuh tegap dan lebih kuat.
Tenaga Quinsha seolah olah tak ada arti apa apa baginya. Dengan mudahnya Kenzi melepaskan diri dari
rangkulan kekasihnya yang masih menangis berlutut tertunduk sedih dilantai dan
akhirnya berlalu meninggalkannya untuk selamanya tanpa
menengok lagi untuk yang terakhir kalinya.
Nampak Kenzi memacu mobilnya dengan kecepatan diatas
80 km/jam . Beberapa pejalan kaki yang
melintas berteriak menyumpahinya dengan
kata kata yang tidak enak didengar.
Sesampainya didepan pintu gerbang rumahnya yang
terbuat dari bamboo, Kenzi menghentikan laju mobil tuanya dengan bermalas
malasan , dia tak menyadari jika belakang mobilnya menabrak tong sampah yang
penuh dengan tumpukan kertas ,plastik dan botol bekas hingga tumpah dan
berserakan.
Kenzi hanya geleng geleng kepala ketika mengetahui
tong sampah miliknya terguling dan isinya tumpah ruah berantakan.
Nampak Tristan sedang duduk dsantai didepan teras rumah, dia
menunggu berita terkini tentang hubungan ayahnya dan Quinsha.
Tristan sangat yakin jika ayahnya sudah menemui
Quinsha dan mereka bertengkar hebat. Dia bisa merasakan itu ketika melihat
wajah sang ayah dilipat dua belas dan kusut. Bahkan dia tak mengindahkan
keberadaannya diteras tamu, Kenzi
langsung berjalan melewatinya begitu saja dan langsung menuju kamarnya. Padahal
biasanya Kenzi selalu menyapa anaknya jika melihat ananknya di teras rumah.
Kenzi yang kalap merobek semua foto foto Quinsha yang dia simpan rapih dilaci meja
komputernya. Bahkan foto foto mereka berdua yang telah indah terbingkaipun
dibantingnya kelantai hingga kacanya
hancur.
“Perempuan
murahan….penipu….penipu..!” triak Kenzi dengan rona muka memerah dan sorot mata
yang nanar penuh emosi.
Tristan perlahan lahan berjalan menuju kamar sang
ayah dan mengintipnya . Senyum licik menghiasai bibirnya . Ada rasa bahagia didalam hati Tristan.
Tetapi Tristan juga terkejut manakala melihat
ayahnya mengahancurkan semua barang yang pernah dibelikan Quinsha, berpa jam
tangan, televise dan sound system.
Spontan Tristan menutup mulutnya . matanya
terbelalak. Dia menyayangkan sikap ayahnya yang terlalu brutal dalam
melampiaskan rasa kesalnya.
“Aduuuh ayah…kenapa harus merusak barang barang itu…harganya mahal dan
belum tentu kita bisa memilikinya lagi.” Kata Tristan dalam hati.
Kenzi tak hanya merusak barang barang pemberian
Quinsha , bahkan diluar dugaan Tristan, ayahnya nekad melukai dirinya
sendiri dengan meninju berkali kali
dinding dengan kepalan tangannya. Tangannya terluka dan berdarah. Tristan tak
sampai hati melihat kondisi ayahnya yang terlihat rapuh dan menangis seperti anak kecil.
Tristan menghampirinya dan berusaha menahan kepalan
ayahnya yang masih terus meninju dinding
secara membabi buta. Dia tak menyadari jika tangannya penuh luka dan berdarah.
“Ayah…berhenti melukai
diri sendiri! Lihat tangan ayah….jadi rusak begini.” Kata Tristan yang terlihat
panik sendiri.
“Pergi kamu…jangan ikut campur urusan orang lain!” Teriak Kenzi spontan
menepis tangan anaknya .
“ Aku tidak berniat ikut
campur urusan ayah, aku Cuma ingin ayah
tidak terluka.” Kata Tristan sambil menundukkan kepala. Kenzi memandangnya
tajam , nafasnya tersengal sengal karena kelelahan akibat meninju dinding
berkali kali.
Kenzi mendorong dengan kuat tubuh Tristan kebelakang
hingga terjatuh menabrak meja yang mengakibatkan asbak rokok terjayuh dan pecah
hingga abu yang ada didalamnya berserakan dilantai.. Tristan tak punya kesempatan untuk membuat tubuhnya tidak
ambruk karena kejadian itu terjadi begitu cepat dan tak terduga.
“Ayah tidak butuh
nasehat dari siapapun, apalagi dari kamu yang bisanya Cuma sekolah dan jajan
saja!” Teriak Kenzi sambil menendang asbak rokok yang ada didepan kakinya
hingga membentur kaca jendela dan
menimbulkan suara yang keras “Brakk!!
Dipandangnya Tristan yang terdiam tertegun memandang lantai lalu berlalu begitu saja.
Tristan memandang kepergian ayahnya dengan sorot
mata yang sayu.
“Ayah mau pergi
kemana…? Ayah…ayah mau kemana?” Teriak Tristan sambil menahan rasa nyeri
dipunggungnya akibat terbentur meja ketika terjatuh.
“Ayah mau membunuh
orang!” jawab Kenzi seenaknya. Tristan memandangi kepergian ayahnya dengan
wajah yang muram. Ada kesedihan terlintas disudut kerling matanya.
Kenzi menuju kearah mobilnya lalu memacunya dengan
kecepatan tinggi. Terdengar beberapa
kali decitan ban mobil ketika mobil itu berbelok di tingkungan ujung jalan.
Tristan perlahan beranjak dari lantai . Dipegangnya
pinggang bagian belakangnya yanag terasa nyeri
agar bisa berdiri dengan tegak, dan melangkah keluar rumah . Dia ingin mengejar
sang ayah.
-Sepuluh menit berlalu. Akhirnya Tristan turun dari
angkot dengan tergesa gesa. Tanpa pikir panjang lagi dia berlari kearah tempat dimana
Rahuul selalu nongkrong bersama teman temannya. Tetapi ketika aasampain disana, tempat itu
sepi. Akhirnya Tristan beralih
ketempat lain yaitu ke cafe tempat dimana
ayahnya bekerja.
Dia yakin jika ayahnya pasti pergi ketempat itu untuk menenangkan dirinya
yang sedang kalut. Didalam hatinya, dia merasa lega karena dugaannya tentang
ayahnya yang mungkin mencari Rahuul dan
akan membuat perhitungan karena telah disangka berselingkuh dengan Quinsha
ternyata tidak terjadi.
Sejenak Tristan
terdiam lalu mulai berfikir dan mereka reka kemana sebenarnya ayahnya
pergi. Tristan yakin jika ayahnya pasti
kecafe tempat dimana dia bekerja. Karena
tak ada lagi tempat yang bisa membuatnya tenang
kecuali tempatnya bernyanyi.
Tetapi baru beberapa langkah kakinya melangkah tiba
tiba ada suara minta tolong dikejauhan. Tristan perlahan lahan mengikuti arah
suara yang didengarnya itu menyusuri trotoar yang keadaannya minim dengan lampu
jalan , tak heran jika suasana tempat itu Nampak remang remang dan kurang
jelas.
Betapa terkejutnya Tristan ketika berhasil menemukan
sosok yang meminta tolong. Ternyata ada dua
pria yang sedang terluka .
Rahuul meringis menahan nyeri dilambungnya.
Kemejanya ada percikan noda darah. Dia
berusaha berdiri perlahan terapi gagal. Dia
merasa kesakitan. Sedangkan satu teman
premannya juga terluka tetapi dibagian
lehernya. Darah mengotori sebagian kerah
bajunya.
Nampak tubuhnya tak bergerak .Dia tergeletak
tengkurap dan sudah
pinsan kira kira lima belas menit yang lalu. Dengan terseok seok Rahuul mencoba menggapai tangan Tristan.
“Ayahmu mencoba menikam aku dengan pisau
karena aku telah menghancurkan
hubungannya dengan tante Quinsha. (
nafas tersengal sengal) , tapi Aku tidak
menceritakan bahwa segala yang terjadi adalah rencanamu. Aku setia pada janjiku
padamu. kini hutang budiku padamu
sudah lunas.” Rahuul meringis kesakitan.
Tristan memandangnya
dengan mata berkaca kaca . Dia tak
menyangka jika dalam keadaan yang terpojok dan terluka Rahuul tetap berpegang
teguh pada janjinya untuk tidak memberitahu pada siapapun rencana jahatnya
terhadap Quinsha.
Tangan Rahuul gemetaran memegang tangan Tristan.
“Tristan …..(nafasnya tersengal sengal dan terbatuk batuk) ayahmu gila. Dia benar benar ingin membunuh kami. (terdiam karena menahan rasa
sakit) Tapi untungnya kami berhasil melarikan diri walaupun dia berhasil
melukai kami.” Kata Rahuul terus
memegangi lambungnya.
“Foto foto yang kau kirimkan pada ayahmu adalah sebuah kesalahan
terbesar yang pernah kau lakukan.” Kata Rahuul lagi dengan nada suara yang
parau dan terputus putus.
Tak lama kemudian dia terkulai dan tak bergerak
lagi. Pinsan karena lukanya banyak mengeluarkan darah.
Tristan
spontan berteriak karena terkejut untuk yang kesekian kalinya dengan apa
yang telah terjadi dihadapannya. Dia tak menduga jika rencana tipu muslihatnya
akan memberi dampak begitu seburuk pada banyak orang.
wajahnya terlihat panik dan sesekali berteriak
sendiri diantara isak tangisnya, karena melihat darah berceceran di aspal
trotoar. Berulang kali dia pukul
kepalanya sendiri denga kedua tanggannya karena tak tahu harus berbuat apa. Berkali kali pula dia mengacak acak rambutrnya karena tak mampu
mengendalikan rasa ketakutannya. Nampak wajahnya tegang dan pucat.
“Ya tuhan… kenapa
jadi begini?. Aku tidak menyangka
Ayah akan berbuat sebrutal ini.”
Katanya dalam hati.
Perlahan dia beranjak berdiri dan melangkah dengan
gontai meninggalkan kedua temannya yang
terkapar tak berdaya ditrotoar. Tristan
tak tahu harus berbuat apa, karena pikirannya sedang dalam keadaan kacau.
Yang terlintas dalam otaknya saat ini adalah
bayangan ayahnya. Ayahnya yang kelak akan masuk penjara untuk waktu yang
panjang jika pihak aparat mengetahui
ayahnya telah melakukan tindak penganiayaan. Tristan khawatir masa depan
sekolahnya akan terganngu, dengan kata
lain akan putus sekolah karena tak ada lagi orangtuanya yang membiayainya
sekolah. Perasaan kecewa, takut dan sedih menjadi satu.
Tristan
menangis sejadi - jadinya. Matanya terlihat sembab dan mulai buram melihat sekeliling. Dia
merasakan tubuhnya tiba tiba sangat
ringan. Akhirnya terkulai jatuh ke aspal
, Pingsan karena sudah tidak kuat lagi menanggung beban batinnya .
Dirumah
sakit
Tristan terbaring lemah diranjang berseprei putih .
Dilengannya sebelah kanan tertancap
jarum infus. Kedua matanya yang
tertutup rapat itu bergerak tak beraturan.
Bola matanya berjalan kekana kiri
dan sesekali keatas dan kebawah. Wajahnya pucat .
(Alam
mimpinya)
Andira, dialah ibu kandung Tristan yang telah
meninggal dunia lima tahun silam karena kanker payudara yang sudah stadium
empat.
Wanita bergaun putih panjang dan berparas ayu itu nampak tersenyum. Rambutnya
bergoyang goyang lembut karena diterpa
angin sepoi sepoi. Dia memberi pesan untuk Tristan sambil merentangkan
kedua tangannya seakan akan ingin memeluk anaknya. Terlihat ada gumpalan asap
putih yang bergerak pelan dibelakangnya.
“ Tristan anakku sayang, jika kau
menilai tante Quinsha adalah wanita yang jahat , kau telah salah besar. Karena
dia adalah wanita yang baik yang sangat menyayangimu seperti dia menyanyangi
dirinya sendiri.” Berjalan perlahan
lahan mendekati Tristan yang terdiam kaku dengan mulut yang sulit untuk bicara.
“ Tak ada wanita lain yang
bisa membuat kalian bahagia selain dia,
Dia tak berusaha
menggantikan posisiku menjadi ibumu, tetapi dia bermaksud ingin melanjutkan
rasa kasih sayangku pada kalian.
Hidup harus
terus berlanjut nak, jangan membuang waktumu hanya untuk berfikir yang tidak perlu.
Percayalah! Tante Quinsha adalah yang terbaik untuk kalian. Lanjutkan hidup kalian. Kalian berhak bahagia walau tanpa ibu.
Jika kau menyayangi ibumu ini, janganlah ragu
dengan setiap kata yang ibu katakan tadi
nak. Selamat tinggal sayang. Ibu selalu bersama
kalian.”
Seiring kalimat itu berhenti, menghilang pulalah sosok
ibu Tristan menjadi kerlingan cahaya
putih.
Perlahan lahan Tristan membuka matanya dan sesaat pandangannya tertuju pada
gorden jendela berwarna putih yang bergoyang goyang karena diterpa angin dari kipas
angin yang ada disampingnya.
Tristan diam tertegun mengingat kata kata ibunya
didalam mimpinya yang dia rasakan
seperti nyata. Dia merasakan jika ibunya tadi benar benar ada
disampingnya. Tristan jadi teringat Quinsha yang diyakininya adalah wanita
jahat yang ingin mengambil posisi ibunya.
Perlahan lahan pandangannya menyebar ketempat lain.
Ada dua orang yang nampak tertidur dengan perut yang diperban dan yang satunya lagi nampak lehernya ditopang
oleh sebuah perban putih yang tebal dan keras.
Tristan mengingat kejadian dimana dia menemukan Rahuul dan
kawannya sedang terseok seok ditrotoar dengan tubuh lebam dan penuh luka. Tristan memandang mereka dengan perasaan yang
menyesal.
Tak lama kemudian datang seorang wanita muda
berpakaian serba putih dari balik pintu yang sejak tadi mremang sudah terbuka terapi tidak lebar.
Wanita itu tersenyum ketika mengetahui Tristan sudah bangun dari siumannya. wanita
itu mengganti plastik air infus yang sudah hampir habis dengan plastik infus yang baru.
“Suster, bagaimana saya dan kedua teman saya itu bisa
berada dirumah sakit ini?” Tanya Tristan dengan suara serak dan terdengar masih lemah.
“Kamu ditemukan pingsan bersama dua temanmu itu oleh
beberapa mahasiswa. Mereka membawamu kerumah sakit ini.” Kata suster
sambil melirik kearah dua laki laki yang terbaring lemah tak jauh darinya.
Tristan terdiam dan menoleh lagi kearah
dua temannya.
“Sudah berapa lama kami
ada disini suster?” Tanya Tristan lagi,
“Sudah satu jam
lebih. Jangan khawatir pihak rumah sakit sudah menghubungi
ayahmu. Mungkin sekarang dia sedang
dalam perjalanan menuju kesini.” Kata Suster sambil tersenyum yang akhirnya
berlalu.
Tristan mencoba
bangun dari berbaringnya dengan meringis menahan sakit dipunggung dan lengannya
akibat pinsan. Tubuhnya ambruk menghantam beberapa batu besar yang ada
ditrotoar.
Tristan mengambil posisi untuk duduk dengan bantal
sebagai sandarannya. Matanya memandang
keluar jendela. Dia teringat kembali kata- kata ibunya di dalam mimpi yang kini membuatnya
merasa bersalah pada Quinsha yang telah menjadi korban tipu muslihatnya. Dia
berniat ingin memohon maaf pada Quinsha. Tetapi Tristan merasa Quinsha pasti
sangat membencinya dan tidak akan pernah lagi percaya padanya setelah apa yang
telah dia lakukan. Tristan menyesali
perbuatannya dan ingin mempersatukan kebahagiaan Quinsha dengan ayahnya kembali
yang kini telah hancur akibat perbuatannya.
Tristan mencoba merenungi apa yang akn terjadi seandainya Quinsha tak bisa memaafkan
dirinya, atau bahkan mungkin ayahnyapun tak bisa memaafkan atas fitnah yang telah
dia lakukan Tetapi bagaimanapun juga dia
tahu bahwa perbuatan sekecil apapun selalu ada konsekwensinya. Tristan tetap akan mempersatukan kebahagiaan mereka berdua.
Dengan rasa percaya diri yang kuat Tristan menunggu kedatangan ayahnya dan segera
akan menceritakan semuanya. Tak akan ada yang ditambah atau dikurangi. Semuanya
akan diceritakan dengan jujur dan rinci.
Tetapi dia cukup bangga akan dirinya karena masih memiliki keberanian untuk mengungkapkan
kebenaran walau mungkin akan pahit pada akhirnya. Diujung penyesalannya Tristan berharap semoga ada
kebaikan dan kesempatan kedua untuk memperbaiki segala kesalahan yang
pernah dia lakukan. Semoga Quinsha dan sang ayah bisa memaafkannya, dan kembali dari awal membangun kebersamaan yang
hangat dengan rasa saling percaya tanpa
lagi ada perselisihan.
Lima belas menit kemudian datang lagi suster dari
balik pintu tetapi kali ini bersama Kenzi. Setelah pria setengah baya itu masuk
, suster itupun berlalu.
Tristan memandang
ayahnya yang menatapnya tajam. Ada
perasaan sedikit gelisah mungkin ayahnya
sudah tahu dengan perbuatan jahatnya
terhadap Quinsha lalu ayahnya akan menamparnya. Tristan akan merasa kecewa berat jika ayahnya
tahu akan kejahatannya dari mulut orang lain dan bukan langsung darinya.
Perlahan lahan
Sang ayah menghampirinya. Lalu
memeluk dengan erat. Tangis
Tristanpun tumpah seraya membalas
pelukan ayahnya.
“Syukurlah kau tidak terluka .” bisik ayahnya. Sang ayah terdiam
sambil terus mendekap anaknya ketika tanpa sengaja matanya tertuju pada dua laki laki korban pukulannya yang
sedang terbaring lemah.
“Pasti dua
teman premanmu itu yang telah
menghajarmu hingga kau masuk rumah sakit kan?”
Kata Kenzi dengan tatapan mata
yang nanar menahan emosi. Baru saja
ingin melangkah kerah dua preman itu, tiba tiba Tristan menahan lengan ayahnya
.
“Jangan dipukul
lagi ayah. Mereka sudah cukup menderita.
Semua ini karena salahku ayah.
Aku yang telah membayar Rahuul untuk berselingkuh dengan tante Quinsha.”
Kata Tristan denagn suara yang masih parau.
Kenzi memgenyitkan dahinya.
“Apa maksudmu kau
membayar Rahuul untuk berselingkuh?” Tanya Kenzi dengan raut wajah yang bingung
“Akulah yang
telah menyuruh Rahuul berpose seakan akan dia sedang berselingkuh dengan tante Quinsha. Aku mengambil foto
mereka dengan trik khusus dan mrekayasanya, agar ayah membencinya dan
meninggalkannya.” Kata Tristan dan
terbatuk batuk. Kenzi menatapnya dengan
sorot mata yang polos, sorot mata yang tak mengerti. Dia masih belum paham
kearah mana anaknya bicara.
“Ayah…semua foto
foto itu adalah hasil jepretanku. Aku
mengeditnya dan semua gambar itu sudah
menjalani teknik rekayasa hingga menghasilkan gambar gambar tak senonoh yang
nampak begitu alami. Maafkan aku
ayah.” Kata Tristan sambil terisak
menangis. Kenzi terdiam , tertegun dan merasa tak percaya dengan apa yang baru
saja didengarnya.
“Berarti, Rahuul
sama sekali tak berbuat seperti dalam foto foto itu?” Tanya Kenzi dengan nada
suara hampir seperti berbisik. Tristan mengangguk perlahan.
“Akulah yang
telah menyuruhnya dan membayarnya dengan
hape mahal yang aku dapatkan dari tante Quinsha.” Tristan menangis
Wajah kenzi tegang. Perlahan lahan dia berjalan menghampiri Rahuul yang
belum juga siuman dari pingsannya.
Dipandangnya wajah laki laki yang
tak berdaya itu dengan berlinang air mata. Kenzi merasa menyesal telah
menganiaya orang yang sebenarnya tidak melakukan perselingkuhan , seperti yang
telah dia tuduhkan.
“Kenapa kau
tega melakukan itu Tristan..? kamu sudah besar bukan lagi anak balita. Seharusnya
kamu sudah tahu apa akibat dari perbuatan kamu itu! Kata Kenzi dengan nada suara tinggi. Tristan
terus terisak sambil berulang kali
memohon maaf.
“Fitnah itu
lebih kejam dari kejahatan apapun dimuka bumi . Karena dengan fitnah seseorang
bisa menjadi manusia yang tak berharga lagi dihadapana orang lain. Fitnah
membunuh harga diri orang lain!” Teriak Kenzi denagn tatapan nanarnya.
“Aku melakukan
ini agar ayah membencinya lalu hubungan kalian berakhir. Aku tak ingin tante
Quinsha mengambil posisi mama…! Tapi sekarang aku menyesal …aku miohon maaf
ayah.” Kata Tristan sesenggukkan.
“Percuma kamu
sekolah jika tak memahami kerugian apa yang akan didapat jika seseorang sudah
kena fitnah.” Kata Kenzi sambil berlalu begitu saja. Tristan berteriak memohon maaf tetapi ayahnya tak
menghiraukannya lagi.
Kenzi berjalan melangkah dengan tergesa gesa keluar
dari rumah sakit, hingga tak menyadari
ada sebuah mobil sedan melaju didepannya. Untung saja sopir mobil itu mempunyai
konsentrasi yang bagus hingga punya waktu yang tepat ketika harus langsung membanting stir kesamping dan akhirnya
tubuh Kenzi tak tersentuh sedikitpun. Mobil itupun tak menabrak apapun karena saat itu diarea
parkir rumah sakit tidak banyak terlihat mobil yang sedang parkir.
Sopir mobil itu hanya menghela nafas lega dan
menatap kepergian Kenzi yang terlihat santai
dengan geleng geleng kepala.
Kenzi ingin menemui Quinsha dengan semua rasa bersalahnya karena telah menuduh nya telah berselingkuh.
Dia ingin memohon maaf sekaligus menjelaskan duduk permasalahan yang
sebenarnya. Ada rasa khawatirr dalam hatinya, takut kalau Quinsha
tak lagi mau menerimanya. Tetapi
bagaimanapun juga dia sangat memahami sifat Quinsha yang lembut dan
pemaaf. Dia hanya korban
tipu muslihat anaknya yang tidak pernah diduganya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar